Interpretasi Sejarah

INTERPRETASI DALAM SEJARAH
Interpretasi atau penafsiran adalah proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol-simbol yang sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau berurutan (dikenal sebagai interpretasi berurutan). Menurut definisi, interpretasi hanya digunakan sebagai suatu metode jika dibutuhkan. Jika suatu objek (karya seni, ujaran, dll) cukup jelas maknanya, objek tersebut tidak akan mengundang suatu interpretasi. Istilah interpretasi sendiri dapat merujuk pada proses penafsiran yang sedang berlangsung atau hasilnya.
Dalam penulisan sejarah ada tiga bentuk teknis dasar tulis-menulis yaitu deskripsi, narasi, dan analisis. Ketika sejarawan menulis – sebenarnya merupakan keinginannya untuk menjelaskan (eksplanasi) sejarah – ada dua dorongan utama yang menggerakkannya yakni mencipta-ulang (re-create) dan menafsirkan (interpret). Dorongan pertama menuntut deskripsi dan narasi, sedangkan dorongan kedua menuntut analisis. Sejarawan yang berorientasi pada sumber-sumber sejarah saja, akan menggunakan porsi deskripsi dan narasi yang lebih banyak, sedangkan sejarawan berorientasi kepada problema, selain menggunakan deskripsi dan narasi, akan lebih mengutamakan analisis. Akan tetapi apapun cara yang dipergunakan, semuanya akan bermuara pada sintesis.
Bagi sejarawan yang enggan menggunakan istilah filsafat sejarah. Mungkin akan menyebutnya “acua kerja” (frame of reference), “perhatian” (Interest), atau “tekanan” (emphasis). Adapun filsafat sejarah bertujuan untuk memberikan arti atau makna kepada seluruh sejarah kegiatan manusia, kepada pola keseragaman (uniformity) dan keragaman (variety) dari gerak-gerak kegiatan manusia pada masa lalu. Dengan demikian filsafat sejarah itu merupakan :
1.      Suatu petunjuk (guide) bagi suatu penafsiran yang valid dari materi sejarah;
2.      Suatu pemahaman mengenai penyebab dan keberartian (signifikansi) dari peristiwa-peristiwa dan lembaga-lembaga yang dicatat dalam materi sejarah.
Setelah melakukan kritik sumber, kita akan mendapatkan banyak informasi tentang perjalanan sejarah yang akan kita kaji. Berdasarkan segala keterangan / informasi itu maka dapat disusn fakta-fakta sejarah yang dapat kita buktikan kebenarannya.[1] Fakta-fakta itu kemudian kita susun secara kronologis sehingga merupakan kerangka kisah sejarah. Tetapi rangkaian fakta-fakta ini belum merupakan sebuah historiografi, tetapi barulah kronik yang memberikan “tulang-tulang” dari sebuah kerangka bangunan sejarah. Agar menjadi kisah sejarah sebuah historiografi yang memadai, maka perlu dilakukan interpretasi.[2]
Adanya interpretasi lain tentang sejarah merupakan hal yang sangat mungkin. Hal ini dikarenakan banyak interpretasi, bahkan semua interpretasi belum tentu memberikan manfaat yang sama. Pandangan ini didasarkan pada 3 argumen, yaitu:
·         Selalu ada interpretasi-interpretasi yang sama sekali tidak bersesuaian dengan laporan sejarah yang disepakati.
·         Ada beberapa interpretasi yang memerlukan sejumlah hipotesisi yang kurang lebih bersifat membantu jika mereka hendak bebas dari falsifikasi yang dilakukan oleh laporan.
·         Ada beberapa interpretasi yang tidak mampu mengubungkan fakta-fakta yang dapat dihubungkan oleh interpretasi lain.
Tiga landasan ini jika kita praktekan akan membawa kemajuan bagi interpretasi sejarah. Pemahaman merasa cukup dengan satu interpretasi baku saja yang selama ini menjangkiti para sejarahwan mesti ditinggalkan.
Adapun yang dapat dianggap sebagai faktor-faktor, tenaga-tenaga tetap dan mendasar dalam sejarah manusia ialah:
1.      Manusia
Sejarah adalah kajian tentang kegiatan-kegiatan manusia yang merupakan manifestasi dari pikiran, perasaan, dan perbuatannya pada masa lalu. Dengan demikian manusia menjadi faktor dan pemegang peran utama.
2.      Geografi
Bumi merupakan dunia fisik dimana manusia hidup dan sejarah berlangsung; bumi atau dunia seringkali diumpamakan sebagai panggung sejarah dan manusia sebagai pemegang peran utamanya.
3.      Kebudayaan
Lingkungan kultural dimana manusia hidup di dalamnya. Manusia sebagai makhluk pada umumnya memerlukan kebutuhan-kebutuhan primer maupun sekunder supaya dapat bertahan hidup dan meningkatkan taraf hidup.
4.      Supranatural atau Merafisik
Karena manusia adalah makhluk Tuhan, asal-usul dan tujuan hidupnya ditentukan oleh-Nya, maka bagi manusia yang percaya, Tuhan mempunyai kepentingan di dunia ini, pada manusia dan kegiatannya.
Bentuk-bentuk penafsiran deterministrik adalah:
a.       Para sejarawan dari tipe Darwinisme sosial bermaksud menciutkan sejarah menjadi suatu ilmu fisik dengan memilih sesuatu yang bersifat fisik pada diri manusia (etnologis, keturunan, ras) sebagai faktor pengontrol dalam sejarah masyarakat dan bangsa-bangsa.
b.      Penafsiran Geografis: Kelompok sejarawan ini juga melihat dari segi fisik sebagai pembuat sejarah dan dengan demikian mengecilkan peranan manusia. Mereka mencari kunci sejarah dalam lingkungan fisik di luar manusia, seperti faktor-faktor geografis: iklim, tanah.
c.       Interpretasi Ekonomi: Filsafat sejarah lain yang juga deterministik ialah cara produksi (made of production) dalam kehidupan ekonomi suatu bangsa menentukan karakter umum sejarah bangsa itu seperti pola-pola politik, sosial, agama, kebudayaan.
d.      Penafsiran “Orang Besar” Para sejarawan dari kelompok Romantis seperti dua orang sejarawan Inggris Thomas Carlyle dan James A. Froude berpendapat bahwa yang menjadi faktor penyebab utama dalam perkembangan sejarah ialah tokoh-tokoh orang besar.
e.       Penafsiran Spiritula atau Idealistik Penafsiran ini erat hubungannya dengan peran jiwa, ide manusia dalam perkembangan sejarah.
f.       Penafsiran Ilmu dan Teknologi Penafsiran ini mencoba melihat kemajuan manusia mempunyai hubungan langsung dengan kemajuan ilmu alam dan teknologi.
g.      Penafsiran Sosiologis Penafsiran ini mencoba melihat asal-usul, struktur dan kegiatan masyarakat manusia dalm interaksinya dengan lingkungan fisiknya; masyarakat dan lingkungan fisik bersama-sama maju dalam suatu proses evolusi.
h.      Penafsiran Sintesis Penafsiran ini mencoba menggabungkan semua faktor atau tenaga yang menjadi penggerak sejarah.
Kita baru dapat menguji suatu teori jika kita memperhitungkan contoh-contoh yang berlawanan. interpretasi-interpretasi bisa bersifat bertentangan. Namun, hal ini tidak akan menjadi masalah apabila kita meletakkannya sebagai kristalisasi-kristalisasi sudut pandang yang saling melengkapi.



























Sumber :
    • Garaghan, Gilbert. 1957. A Guide to Historical Method. New York: Fordham U.P.
    • Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
    • Helius Sjamsuddin. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak
    • http://id.wikipedia.org/wiki/Interpretasi


[1]  Sardiman. 2004. Mengenal Sejarah. Yogyakarta : Bigraf Publishing
[2]  Ibid.