Perang Salib

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar belakang Masalah
Menggambarkan perjumpaan Islam dan Kristen dalam sejarah dapat diberi dua warna yang mencolok yakni warna kelam yang meliputi pertentangan, kecurigaan, permusuhan bahkan perang. Warna yang kedua warna cerah yang meliputi kehidupan bersama dalam hubungan yang damai, saling percaya dan memperkaya. Kedua warna ini lahir sebagai konsekwensi dari interaksi yang tak terhindarkan dan sadar atau tidak dialami oleh kedua belah pihak. Perjumpaan Islam dan Kristen bukan dimulai sejak perang salib. Jauh sebelumnya bahkan pada masa Nabi Muhammad SAW telah dicatat perjumpaan tersebut. Perluasan kekuasaan islam dengan cara militer (perang) sampai ke daerah-daerah kristen seperti pendudukan Spanyol bagian selatan dan daerah-daerah di Italia, antara lain Sisilia atau Perancis bagian selatan menimbulkan akibat-akibat tertentu, misalnya saja tersingkirnya kekuasaan lama oleh penguasa baru. Di Spanyol bangsawan Visighot terpaksa melarikan diri setelah pendudukan Dinasti Islam atas Spanyol. Namun dipihak lain sebuah kehidupan antarbudaya dan antaragama tidak dapat dielakkan. Montgomery watt mencatat bahwa masa sebelum Perang Salib, kaum Muslim, Kristen dan Jahudi di Spanyol dapat hidup berdampingan secara damai, hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa penaklukan Spanyol oleh dinasti Islam tidak dilatarbelakangi oleh semangat keagamaan bahkan sebaliknya menurut Watt gagasan-gagasan yang dominan pada waktu itu bukanlah gagasan keagamaan dalam hal ini Islami melainkan gagasan Arab sekular.
Perang Salib merupakan salah satu peristiwa pemberi warna kelam dalam perjalanan sejarah perjumpaan Islam dan Kristen, warna kelam ini tidak jarang mempengaruhi hubungan Islam Kristen hingga dewasa ini. Oleh sebab itu sangat penting untuk melihat dan mengambil pelajaran yang berarti dalam peristiwa ini untuk membangun suatu kehidupan bersama yang lebih damai dan jujur.Peristiwa penting yang dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh Arp Arselan adalah peristiwa Manzikart tahun 1071 M). Tentara Arp Arselan dapat mengalahkan tentara Romawi. Peristiwa ini menamakan benih kebencian dan permusuhan orang-orang Kristen terhadap ummat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang Salib. Kebencian tersebut bertambah setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis tahun 471 H. Orang Kristen merasa kesulitan dalam melakukan ziarah ke tanah sucinya. Untuk memperoleh kembali keleluasaannya, tahun 1095 M, Paus Urbanus menyeru ummat Kristen di Eropa untuk melakukan perang suci (Nasution, 1985:78). Perang ini di kenal dengan Perang Salib.
  1. Rumusan Masalah
Ada beberapa masalah yang menimbulkan perang salib ini terjadi, dari latar belakang masalah diatas dapat diketahui hal-hal yang dapat dibahas dalam makalah ini dan dirumuskan bebrapa  masalah, yakni
  1. Faktor apa yang menimbulkan terjadinya perang salib?
  2. Bagaimana Perjalanan Perang Islam melawan Kristen ?
  3. Apa akibatnya di kehidupan setelah perang terjadi?

  1. Tujuan Penulisan Makalah
Beberapa orang mengatakan perang salib adalah perang suci dimana dua agama besar yang sama-sama berasal dari daerah Asia Kecil (Asia Barat Sekarang), yakni antara Islam dengan Kristen. Apakah ini perang mempertahankan kesucian Agama, kesucian Tauhid atau kepercayaan terhadapa Tuhannya sehingga dikatakan perang suci? Saya rasa hal ini terlalu berlebihan untuk mengakui perang salib adalah perang suci. Darimana dapat dikatakan suci kalau perang ini hanya memperebutkan wilayah? Bukankah ini masalah politik kekuasaan? Tidak heran ketika orang menyebut perang ini adalah perang suci yang melibatkan dua agama besar milik Allah. Hal ini tentunya menjadi koreksi bagi banyak orang, termasuk saya sebagai penulis makalah tentunya menjadi koreksi penuh atas penulisan makalah ini. Sumber yang didapat untuk makalah ini tentunya belumlah sebanding dengan apa yang di inginkan oleh banyak pihak, khususnya dosen kami yang memberikan banyak ilmu, disini saya akan mencoba sedikit mengupas terjadinya perang salib dari mulai faktor yang menyebabkan hingga akibat yang ditimbulkan dari peperangan itu.


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Faktor yang menimbulkan perang salib terjadi.
Sejak legalisasi Kristianitas di awal tahun 300, Kristen Eropa mulai melakukan ziarah ke Palestina untuk mengunjungi situs kudus yang berhubungan dengan hidup Tuhan. Ziarah ini adalah bentuk kesalehan yang besar karena pada jaman tersebut perjalanan ke Tanah Suci adalah sulit, memakan waktu lama, mahal dan berbahaya. Beberapa ziarah membutuhkan bertahun-tahun untuk selesai. Jemaat Kristen juga pergi ke Syria, Palestina dan Mesir untuk hidup seperti pertapa. Ini adalah jaman dimana kehidupan membiara berbuah banyak, dan banyak jemaat Kristen yang ingin pergi ke Tanah Kudus untuk hidup sebagai pertapa. Mereka juga mengalami kesulitan-kesulitan dalam perjalanan mereka. Bagi para peziarah dan mereka yang ingin menjadi pertapa ada satu faktior yang mempermudah perjalanan: Jalan menuju Palestina membentang melalui wilayah Kristen.
Ketika kerajaan Islam mengalami kemunduran di berbagai negeri yang berada dibawah kekuasaannya, maka bala tentara kerajaan yang berasal dari bangsa Turki mulai menjalankan rollnya dengan menyusun barisan serba guna merebut kekuasaan politik dari para Khalifah. Gerakan ini bekerja di belakang layar secara sembunyi-sembunyi di bawah pimpinan Artoghrol Byek sehingga pada abad keduabelas pengaruhnya semakin bertambah luas dan mampu mengembalikan kekuasaan kerajaan Islam yang hampir punah. Negeri-negeri diluar Arab, seperti Irak, syam, Asia Kecil dapat direbut kembali dan tunduk dibawah kekuasaan bani Seljuk.
Sepeninggal Artoghrol Byek, Bani Seljuk dibawah pemerintahan Sultan Ayub Arselan menaklukan negeri-negeri yang tadinya tunduk dibawah kekuasaan Bysantium imperior Roma Timur di Asia Kecil. Begitu juga mereka dapat memasuki perbatasan Mesir dan menaklukan kota itu sebagai kota yang penting bagi percaturan politik Internasional.
Setelah Byzantium sadar terhadap bahaya yang akan menimpanya seandainya tetap tinggal diam, mereka secara brsama-sama meminta kepada Kaisar supaya menyusun kekuatan balatentara guna mengadakan aksi perlawanan terhadap asukan Bani Seljuk. Dengan kekuatan yang ada pada kedua belah pihak pertempuran hebat terjadi di Manziker, suatu tempat didekat Danau Want pada tahun 1071. Khayal bagi pasukan Byzantium, karena pertempuran tetap dimenangkan oleh tentara Bani Seljuk. Kaum Seljuk terus berekspansi, pada 1084 menaklukkan kota Antioka dan pada 1092 kota Nicea, dimana dua konsili ekumenis diadakan berabad-abad sebelumnya. Pada 1090, Tahta Gembala metropolitan historis di Asia sudah berada di tangan Muslim, yang pada saat itu sudah sangat dekat dengan ibukota Byzantium di Konstantinopel. Sang Kaisar, Alexius I Comnenus, meminta bantuan pada Paus Urban II.
Palestina yang merupakan tanah wakaf umat Islam, tanah para Nabi, kiblat pertama umat Islam, dan tanah tempat Isra Mi’raj direbut oleh umat Islam dari kekaisaran Bizantium (Romawi Timur) pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, tepatnya tahun 638 M. Perebutan wilayah ini juga atas undangan orang-orang Kristian Palestin yang lelah dengan penjajahan Bizantium dan mereka mendengar bahawa kekhalifahan Islam terkenal sangatlah adilnya. Sejak itu sampai abad ke-11 Palestina berada di wilayah kekuasaan Kekhalifahan Islam. Orang-orang Kristian di seluruh dunia bebas berziarah ke Palestin.
Pada abad ke-11 Palestina berada di bawah kekuasaan orang-orang Turki yang sudah merebut kekuasaan dari tangan kekhalifahan Abbasiyah. Orang-orang Turki adalah bangsa pengembara. Mereka tinggal bukan hanya di wilayah yang disebut negara Turki sekarang ini melainkan di Turkistan, Asia Kecil dan Parsi.
Turkistan (negeri orang Turki) adalah wilayah yang luas meliputi Anatolia (Negara Turki sekarang), Xinjiang (sekarang Cina), Azerbaijan, dan Asia Tengah yang meliputi Kazakhtan, Uzbekistan, dan Turmenistan (yang berarti Tanah Orang Turki). Salah satu suku Turki iaitu Seljuk bergerak ke Anatolia dan mereka berperang dengan orang-orang Kristian di bawah pimpinan Alexius I. Alexius meminnta tolong kepada Paus Urbanus II untuk merebut kembali Anatolia dari “Kaum Kafir.”
Paus Urbanus II mengabulkan permohonan pertolongan dari Alexius bahkan untuk ekspedisi yang lebih besar dan lebih dari itu lagi. Palestin, tanah suci umat Islam, Kristian, dan Yahudi yang berada di Pantai Timur Laut Tengah yang berada di bawah kekuasaan umat Islam sejak masa Umar bin Khaththab harus direbut kembali, demikian pendapat Paus Urbanud II. Paus tersebut memanggil untuk “Perang demi Salib” untuk merebut tanah suci dari tangan “Kaum Kafir.” Paus mengumumkan dan mengirimkan surat ke semua Raja-Raja di seluruh Eropah. Paus menjanjikan Kejayaan, Kesejahteraan, Emas, Tanah di Palestin, dan Syurga bagi para kesatria yang mahu berperang. Pada saat itu Khalifah Abdul Hakim dari Dinasti Seljuk menaikkan pajak ziarah ke Palestin bagi orang-orang Kristian Eropah. Paus menyebutnya “Ini Perampasan,” oleh kerana itu Tanah Suci Palestin harus direbut kembali. Perang ini diumumkan sebagai “Perang Salib” dan dimulai tahun 1096 dipimpin oleh Tahta Suci Roma. Anak-anak muda, bangsawan, petani, kaya dan miskin memenuhi panggilan Paus. Peter The Hermit dan Walter Si bokek memimpin kaum miskin dan Petani-petani ke Perang Salib tapi mereka dikalahkan dan dihancurkan oleh Pasukan Turki suku Seljuk di Medan pertempuran Anatolia dalam perjalanan menuju Jerusalem.
Perang Salib ialah gerakan segenap kaum Kristen di Eropa yang pergi memerangi kaum Muslimin di Palestina secara berulang-ulang mulai dari abad ke 11 sampai abad ke 13  guna membersihkan tanah Suci dai kaum muslimin, dan bermaksud mendirikan Gereja dan kerajaan Latin di timur. Ada beberapa pokok permasalahan yang menjadi faktor peperangan terjadi, yakni diantaranya;

a. Faktor Agama
Direbutnya Baitul Maqdis (471 H) oleh Dinasti Seljuk dari kekuasaan Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir menyebabkan kaum Kristen merasa tidak bebas dalam menunaikan ibadah di tempat sucinya. Ketika idealisme keagamaan mulai menguap, para pemimpin politik Kristen tetap saja masih berfikir keuntungan yang dapat diambil dari konsepsi mengenai Perang Salib, dan untuk memperoleh kembali keleluasaannya berziarah ke tanah suci Yerussalem. Pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristiani di Eropa supaya melakukan perang suci. Seruan Paus Urbanus II berhasil memikat banyak orang-orang Kristen karena dia menjanjikan sekaligus menjamin, barang siapa yang melibatkan diri dalam perang suci tersebut akan terbebas dari hukuman dosa.

b. Faktor Politik
Kekalahan Byzantium(Constantinople/Istambul) di Manzikart pada tahun 1071 M, dan jatuhnya Asia kecil dibawah kekuasaan Saljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comneus (kaisar Constantinople) untuk meminta bantuan Paus Urbanus II, dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Saljuk. Dilain pihak Perang Salib merupakan puncak sejumlah konflik antara negara-negara Barat dan negara-negara Timur, maksudnya antara umat Islam dan umat Kristen. Dengan perkembagan dan kemajuan yang pesat menimbulkan kecemasan pada tokoh-tokoh Barat, sehingga mereka melancarkan serangan terhadap umat Islam. Situasi yang demikian mendorong penguasa-penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu-persatu daerah-daerah kekuasaan Islam, seperti Mesir, Yerussalem, Damascus, Edessca dan lain-lainnya.

c. Faktor Sosial Ekonomi
Semenjak abad ke X, kaum muslimin telah menguasai jalur perdagangan di laut tengah, dan para pedagang Eropa yang mayoritas Kristen merasa terganggu atas kehadiran pasukan muslimin, sehingga mereka mempunyai rencana untuk mendesak kekuatan kaum muslimin dari laut itu. Hal ini didukung dengan adanya ambisi yang luar biasa dari para pedagang-pedagang besar yang berada di pantai Timur laut tengah (Venezia, Genoa dan Piza) untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai Timur dan selatan laut tengah, sehingga dapat memperluas jaringan dagang mereka, Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka, karena jalur Eropa akan bersambung dengan rute-rute perdagangan di Timur melalui jalur strategis tersebut. Disamping itu stratifikasi sosial masyarakat Eropa ketika itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu kaum gereja, kaum bangsawan dan ksatria. Meskipun kelompok yang terakhir ini merupakan mayoritas di dalam masyarakat tetapi mereka sangat tertindas dan terhina. Oleh karena itu ketika mereka dimobilisasi oleh pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik, mereka menyambut seruan itu secara spontan dan berduyun-duyun melibatkan diri dalam peperangan tersebut, sehingga rakyat jelata beramai-ramai pula mengikuti mobilisasi umum itu dengan harapan yakni untuk mendapatkan perbaikan ekonomi.
            Ada tiga hal yang memudahkan terjadinya peprangan :
  • Terpecah belahnya kerajaan Abni Seljuk dan hilangnya persatuan umat islam serta tidak adanya pembangunan dan pemimpin yang bakal menyusun dan merapatkan persatuan itu kembali setelah matinya Malik Syah
  • Berdirinya kerajaan Venici, Genua dan berkuasanya bangsa Normandia di selatan Italia dan Kepualan Sicilia yang semua itu merupakan faktor amat penting bagi kekuatan kaum Salib dan memudahkan mereka untuk menyeberangi Laut Putih Tengah.
  • Berpengaruhnya Paus terhadap raja-raja di Eropa Barat, yang mana semua anjuran dan perkataannya diterima begitu saja oleh masyarakat dan diamalkan dengan seksama oleh pemerintahan negeri.

  1. Perjalanan Perang Salib
Periode pertama Perang Salib disebut sebagai periode penaklukan. Jalinan kerja sama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II, berhasil membangkitkan semangat umat Kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus II, pada consili clermont pada 1095, yang intinya mewajibkan untuk melakukan Perang Salib bagi umat Kristiani sehingga terbentuk kaum Salibin. Gerakan ini merupakan gerakan spontanitas yang diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat Kristiani.
Dinasti Saljuk menyatakan perang terhadap gerombolan tersebut, sehingga akhirnya gerakan pasukan Salib dapat mudah dikalahkan. Berawal dari kekalahan pihak kristiani Godfrey of Buillon mengambil alih kepemimpinan pasukan Salibin, sehingga mengubah kaum Salibin menjadi ekpedisi militer yang terorganisasi rapi. Dalam peperangan menghadapi pasukan Godfrey, pihak Islam mengalami kekalahan, sehingga mereka berhasil menduduki Palestina (Yerussalem) pada 1099. Pasukan Godfrey ini melakukan pembantaian besar-besaran selama satu minggu terhadap umat Islam disamping itu mereka membumi hanguskan bangunan-bangunan umat Islam, sebelum pasukan ini menduduki Baitul Maqdis, mereka terlebih dahulu menaklukkan Anatolia, Tartur, Aleppo, Tripoli, Syam, dan Acre (Ahmad, 1999:124). Kemenangan pasukan Salib dalam periode ini telah mengubah peta situasi Dunia Islam kawasan itu. Sebagai akibat dari kemenangan itu, berdirilah beberapa kerajaan Latin-Kristen di Timur, yaitu kerajaan Baitul Maqdis (1099 M) di bawah pemerintahan Raja Godfrey, Edessa (1098 M) diperintah oleh Raja Baldwin, dan Tripoli (1109 M) dibawah kekuasaan Raja Raymond.

a. Perang Salib I
Ditandai oleh bangkitnya kerajaan Seljuk (Turki) yang memasuki Armenia, Asia kecil dan Syria, kemudian menyapu daerah kawasan Byzantium (Romawi) memporakporandakan angkatan perangnya di pertempuran Mazikert dan sepanjang laut tengah yang pada masa Alip Arselan dan Malik Syah, Yerussalempun dicaplok. Maka dari itu, Konstantinopel dibawah kepala gereja Hildeband yang menaiki tahta sebagai Paus Gregorius VII memohon bantuan dari para raja ksatria dan penduduk umumnya, sebab penakluk-penakluk dari Bani Seljuk itu dianggap berlaku kejam dan menindas orang-orang Kristen yang datang beribadah ke Baitul Maqdis. Akan tetapi pada tahun 1095 M baru bisa menghimpun kekuatan sebesar 300.000 orang, atas usaha dari penggantinya yaitu Paus Urbanus II yang dibantu oleh guru bahasanya yaitu Peter, Sang Pertapa atau Peter Amiens. Peterlah yang menyerukan kepada seluruh raja dan pembesar raja Eropa-Kristen  bersatu untuk memerangi Islam atas nama agamanya yang suci. Meter terus berkelana sambil terus berkampanye untuk itu. Pada akhir tahun 1096 M dan awal tahun 1097 M, sekitar 150.000 tentara Salib sampai di Konstantinopel dibawah pimpinan Gadefroy, Bohemond dan Raymond. Pada awal tahun 1097 M tentara Salib mulai menyebrangi selat Bosporus lalu mengepung kota Niceae dan setelah dikepung selama sebulan, akhirnya kota jatuh ke tangan mereka pada 1097 M serta mereka dapat mengalahkan tentara Kalij Arsalan dari Bani Saljuk di Asia kecil. Pada tanggal 1099 tentara Salib mengepung Yerussalem selama tujuh hari dengan menyembelih tak kurang dari 70.000 umat Islam, dan pada saat itu pula Yerusalem dan kota-kota sekitarnya takluk. Kemudian tentara Salib mendirikan empat kerajaan Kristen yaitu di tanah suci Baitul Maqdis, Enthiokhie, Raha dan Tripolisyam, sedangkan Nicola dikembalikan pada Kaisar Byzantium.

b. Perang Salib II (1144-1193 M)
Perang Salib II juga terjadi sebab bangkitnya Bani Seljuk dan jatuhnya Halab (Aleppo), Edessa, dan sebagian negeri Syam ke tangan Imaddudin Zanky (1144 M). Setelah Imaduddin meninggal, ia digantikan oleh puteranya yang bernama Nuruddin dan dibantu oleh Shalahuddin hingga tahun 1147 M. Perang Salib II ini dipimpin oleh Lode wiyk VII atau Louis VII (Raja Perancis), Bernard de Clairvaux dan Concrad III dari Jerman. Laskar Islam yang terdiri dari bangsa Turki, Kurdi dan Arab dipimpin oleh Nuruddin Sidi Saefuddin Gazi dan Mousul dan dipanglimai oleh Shalahuddin Yusuf ibn Ayyub. Pada tanggal 4 Juli 1187 terjadi pertempuran antara pasukan Shalahuddin dengan tentara Salib di Hittin dekat Baitul Maqdis. Dalam pertempuran ini kaum muslimin dapat menghancurkan pasukan Salib, sehingga raja Baitul Maqdis dan Ray Mond tertawan dan dijatuhi hukuman mati. Kemenangan Shalahuddin dalam peperangan ini memberikan peluang yang besar untuk merebut kota-kota lainnya.Termasuk Baitul Maqdis, Yerussalem, Al Qudus. Pada saat kota Yerussalem direbut tentara Salib, mereka melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap orang Islam, tetapi ketika kota itu direbut kembali oleh Shalahuddin, kaum muslimin tidak melakukan pembalasan terhadap mereka, bahkan memperlakukan mereka dengan baik dan lemah lembut. Pada saat Baitul Maqdis kembali ke tangan Umat Islam kembalilah suara adzan berkumandang dan lonceng gereja berhenti berbunyi serta Salib emas diturunkan dari kubah sakrah. Dalam periode ini disebut sebagai periode reaksi umat Islam atas jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan kaum Salib telah membangkitkan kesadaran kaum muslimin untuk menghimpun kekuatan guna menghadapi kaum Salibin.
Di bawah komando Imaduddin Zangi, Gubernur Mousul, kaum muslimin bergerak maju membendung serangan pasukan Salib bahkan mereka berhasil merebut kembali Aleppo, Adessa (Ar-Ruha’) pada tahun 1144 M. Setelah Imaduddin Zangi wafat, posisinya digantikan putranya Nuruddin Zangi, dia meneruskan perjuangan ayahnya untuk membebaskan negara-negara Timur dari cengkraman kaum Salib. Kota-kota yang berhasil dibebaskan antara lain Damascus (1147M), Antiok (1149 M) dan Mesir (1169 M). Keberhasilan kaum muslimin meraih berbagai kemenangan, terutama setelah munculnnya Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (Salahuddin) di Mesir, yang berhasil membebaskan Baitul Maqdis pada tanggal 1187. Hal ini membuat kaum Salibin untuk membangkitkan kembali basic kekuatan mereka sehingga mereka menyusun kekuatan dan mengirim ekspedisi militer yang lebih kuat. Dalam ekspedisi ini dikomando oleh raja-raja Eropa yang besar, Frederick I (The Lion Hearted, Raja Inggris) dan Philip II (Augustus, Raja Prancis). Ekpedisi militer Salib kali ini dibagi dalam beberapa devisi, sebagian menempuh jalan darat dan yang lainnya menempuh jalur laut. Frederick yang memimpin devisi darat tewas tenggelam dalam penyebrangannya di sungai Armenia, dekat kota Ar-Ruha’, sebagian tentaranya kembali kecuali beberapa orang yang terus melanjutkan perjalanannya di bawah pimpinan putra Frederick. Adapun devisi yang menempuh jalur laut menuju Sicilia yang dipimpin Richard dan Philip II, disana mereka bertemu dengan pasukan Salahuddin, terjadilah peperangan sengit, karena kekuatan tidak berimbang, maka pasukan Salahuddin mundur, dan Kota Acre ditinggalkan oleh Pasukan Salahuddin dan menuju ke Mesir untuk mempertahankan daerah itu. Dalam keadaan demikian kedua belah pihak melakukan gencatan senjata dan membuat suatu perjanjian damai, inti perjanjian damai tersebut adalah: “Daerah pedalaman akan menjadi milik kaum muslimin dan umat Kristen, yang akan berziarah ke Baitul Maqdis akan terjamin keamanannya, sedangkan daerah pesisir utara, Acre dan Jaffa berada di daerah kekuasaan tentara Salib.” Tidak lama kemudian setelah perjanjian disepakati, Salahuddin wafat pada bulan Safar 589 H atau 1193 M.

c. Perang Salib III (1193-1291 M)
Perang Salib III ini timbul sebab bangkitnya Mesir dibawah pimpinan Shalahuddin, berkat kesuksesannya menaklukkan Baitul Maqdis dan kemampuannya mengatasi angkatan-angkatan perang Prancis, Inggris, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. Kejadian tersebut dapat membangunkan Eropa-Barat untuk menyusun angkatan Perang Salib selanjutnya atas saran Guillaume. Perang Salib III ini dipimpin oleh Kaisar Fredrick I Barbarosa dari Jerman Philip II August (Raja Prancis dan Inggris), Richard The Lion Heart. Ketika itu pasukan Jerman sebanyak 100.000 orang dibawah pimpinan Frederick Barbarosa, tetapi nasibnya sangat malang, ketika ia menyeberang, sebuah sungai yang jeram di Sisilia-Armenia ia mati tenggelam sehingga pasukannya kehilangan pemimpin dan pasukannya patah semangat, akhirnya pasukan tersebut ada yang memilih kembali ke negerinya dan ada pula yang terus untuk bergabung dengan pasukan lainnya. Tentara Inggris dan Prancis bertemu di Saqliah dan disini juga terjadi perselisihan antara Philiph dengan Richard yang akhirnya mereka kembali sendiri-sendiri. Richard mengambil jalan melalui Cyprus dan Philiph langsung menuju Palestina dan mengepung Akka. Akhirnya Akka dan Yaffa jatuh ditangan tentara Salib tetapi tidak bisa menduduki Baitul Maqdis dan dibuatlah perjanjian damai antara kedua belah pihak di Ramlah atau dapat disebut perjanjian Ar-Romlah.
Tidak lama setelah perdamaian tersebut Shalahuddin wafat, dan digantikan oleh saudaranya Sultan Adil. Shalahuddin wafat setelah berhasil mempersatukan umat Islam dan mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan umat Islam. Periode ini lebih dikenal dengan periode perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran di dalam pasukan Salib sendiri. Hal ini disebabkan karena periode ini lebih disemangati oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat material, dari motivasi agama. Tujuan mereka untuk membebaskan Baitul Maqdis seolah-olah mereka lupakan, hal ini dapat dilihat ketika pasukan Salib yang disiapkan menyerang Mesir (1202-1204 M) ternyata mengubah haluan menuju Constantinople, kota ini direbut dan diduduki lalu dikuasai oleh Baldwin sebagai rajanya yang pertama. Dalam periode ini telah terukir dalam sejarah yaitu munculnya pahlawan wanita yang terkenal dan gagah berani yaitu Syajar Ad-Durr, dia berhasil menghancurkan pasukan Raja Louis IX, dari Prancis dan sekaligus menangkap raja tersebut. Dalam periode ini pasukan Salib selalu menderita kekalahan. Meskipun demikian mereka telah mendapatkan hikmah yang sangat besar, mereka dapat mengetahui kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya, bahkan kebudayaan dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya renaisansce di Barat.

d. Perang Salib IV (1202-1206 M)
Tentara Salib berpendapat bahwa jalan untuk merebut kembali Baitul Maqdis adalah harus dikuasai terlebih dahulu keluarga Bani Ayyub di Mesir yang menjadi pusat persatuan Islam ketika itu. Oleh karena itu kaum Salib memusatkan perhatian dan kekuatannya untuk menguasai Mesir. Akan tetapi Perang Salib IV ini dilakukan atas kerja sama dengan Venesia dan bekas kaisar Yunani. Tentara Salib menguasai Konstatinopel (1204 M) dan mengganti kekuasaan Byzantium dengan kekuasaan latin disana. Pada waktu itu Mesir diperintah oleh Sultan Salib, maka dikuatkanlah perjanjian dengan orang-orang Kristen pada tahun 1203-1204 M dan 1210-1211 M. Isi perjanjian itu adalah mempermudah orang Kristen ziarah ke Baitul Maqdis dan menghilangkan permusuhan antara kedua belah pihak.

e. Perang Salib V (1217–1221 M)
Perang Salib V tetap berada di Konstantinopel dan tidak henti-hentinya terjadi konflik dengan pihak Kaisar. Perang Salib V dipimpin oleh Jeande Brunne Kardinal Pelagius serta raja Hongaria, meskipun pada tanggal 5 November 1219 kota pelabuhan Damietta mereka rebut, namun dalam perjalanan ke Kairo pada tanggal 24 Juli 1221 mereka membuat kekacauan di Al Masyura ( tepi sungai Nil) kemudian mereka pulang kampung.

f. Perang Salib VI (1228–1229 M)
Perang Salib VI dipimpin oleh Frederick II dari Hobiens Taufen, Kaisar Jerman dan raja Itali dan kemudian menjadi Raja muda Yerussalem lantaran berhasil menguasai Yerussalem tidak dengan perang tapi dengan perjanjian damai selama 10 tahun dengan Sultan Al-Malikul Kamil, keponakan Shalahuddin al-Ayyubi, namun 14 tahun kemudian yakni pada tahun 1244 kekuasaan diambil alih Sultan Al Malikul Shaleh Najamuddin Ayyub beserta Kallam dan Damsyik.

g. Perang Salib VII (1248–1254 M)
Peperangan ini dipimpin oleh Raja Louis IX dari Perancis pada tahun 1248, namun pada tahun 1249 tentara Salib berhasil menguasai Damietta (Damyat). Dimasa inilah pemimpin angkatan perang Islam, Malikul Shaleh mangkat kemudian digantikan putranya Malikul Asraff Muzafaruddin Musa. Ketika Louis IX gagal merebut Antiock yang dikuasai Sultan Malik Zahir Bay Bars pada tahun 1267/1268, lalu hendak merebut Tunis, ia beserta pembesar-pembesar pengiringnya ditawan oleh pasukan Islam pada 6 April 1250 dalam satu pertempuran di Perairan Mesir, setelah mereka memberi uang tebusan, maka mereka dibebaskan oleh Tentara Islam dan mereka balik ke negerinya.

h. Perang Salib VIII (1270-1272 M)
Dalam Perang Salib VIII yaitu pada tanggal 25 Agustus 1270 ini Louis IX telah binasa ditimpa penyakit (riwayat lain menyebutkan ia terbunuh). Akhirnya pada tahun 1492 Raja Ferdinad dan Ratu Isabella sukses menendang habis umat Islam dari Granada, Andalusia. Riwayat lain juga menjelaskan bahwa Perang Salib VIII ini tidak sempat terbentuk karena kota terakhir yakni Aere yang diduduki oleh tentara Salib malahan berhasil dikuasai oleh Malikul Asyraf (putra Malikul Shaleh). Dengan demikian terkuburlah Perang Salib oleh Perang Sabil. Tetapi meskipun Perang Konvensional dan Frontal itu sudah berakhir secara formal, namun sesungguhnya perang jenis lain yang kwalitasnya lebih canggih terus saja berlangsung seiring dengan kemajuan zaman.



  1. Akibat yang ditimbulkan dari Perang Salib
Dalam penyebaran pasukan Salibin terhadap umat Islam, menjadi fenomena yang disertai timbulnya sentimen keagamaan yang kuat. Dengan adanya motif ini, maka membawa pengaruh besar terhadap hubungan antar pemeluk agama Islam dan Kristen dalam waktu yang panjang. Melihat dari beberapa gambaran yang ada maka dapat disimpulkan bahwa, meskipun Perang Salib sudah berakhir namun pada hakekatnya belum berakhir, hal ini karena adanya perkembangan-perkembangan selanjutnya, yang walaupun tidak dalam bentuk yang lain, yang sekaligus merupakan suatu hubungan yang sulit untuk dipisahkan. Adapun hubungan Perang Salib dengan gerakan-gerakan yang dimaksud antara lain:

1. Hubungan Perang Salib dengan Orientalisme
Sebagaimana penulis berpendapat bahwa Orientalisme lahir akibat Perang Salib atau ketika dimulainya pergeseran politik dan agama antara Islam dan Kristen Barat di Palestina. Argumentasi mereka mengatakan bahwa permusuhan politik berkecamuk berawal pada masa pemerintahan Salahuddin dan Nuruddin Zhang dan berlanjut pada anaknya yaitu Al-Adil, sebagai akibat kekalahan beruntun yang dilimpahkan pasukan Islam ke pasukan Salib, semua itu memaksa orang-orang Barat membalas kekalahan. Bertitik tolak dari keterangan diatas, maka dapat digambarkan bahwa Orientalis (pengetahuan orang Barat tentang agama, kebudayaan, peradaban, sastra dan bahasa Timur) sudah lama berkembang di Barat. Hal ini disebabkan karena perhatian orang-orang Barat terhadap Islam atau soal keTimuran sudah sejak Perang Salib. Kemudian mengenai kegiatan-kegiatan Orientalisme dalam studinya terhadap Dunia Timur atau Islam, sebenarnya telah didorong oleh beberapa motivasi, yaitu; motivasi religius, motivasi imperial, motivasi politis, dan motivasi ilmiyah.

2. Hubungan Perang Salib dengan Kolonialisme
Kolonialisme Eropa merupakan tantangan politis dan religius, dan gerakan ini telah menyingkirkan kaum muslimin memerintah di Dunia Islam yang telah berlangsung sejak jaman Nabi Muhammad. Bagi banyak orang di Barat, dugaan mengenai kemenangan Kristen didasarkan pada sejarah yang diromantisiskan untuk merayakan kepahlawanan pejuang Salib dan kecenderungan untuk menginterpretasikan sejarah kekuasaan Amerika selama dua abad lebih, masing-masing agama melihat satu sama lain sebagai militan agar berbaris dan fanatik. Dengan demikian kolonialisme adalah merupakan suatu kelanjutan dari Perang Salib, dimana gerakan-gerakan tersebut sudah merupakan warisan dari kejadian Perang Salib, dalam artian masih mempunyai hubungan yang sulit untuk dipisahkan karena Perang Salib itu sendiri merupakan jembatan bagi kolonialisme untuk menjajah Dunia Islam .

3. Hubungan Perang Salib dengan Kristenisasi
Jika dicermati, semangat salibisme ini sebenarnya telah ada sebelum terjadinya Perang Salib yang berkepanjangan. Semangat untuk menyiarkan agama Kristen diantara bangsa-bangsa yang belum mengenalnya dipandang sebagai satu kewajiban bagi umat Kristiani. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberhasilan dalam menjalankan misi memang tidak lepas dari Perang Salib, karena Perang Salib merupakann awal bangsa Barat dalam menjalankan misinnya.

4. Pengaruh Perang Salib Terhadap Dunia Barat
Perang Salib yang berlangsung lebih kurang dua abad membawa akibat yang sangat berarti bagi perjalanan sejarah Dunia. Akibat tersebut antara lain :
1. Perang Salib menjadi penghubung bagi bangsa Eropa, mengenali Dunia Islam secara lebih dekat, sehingga kontak hubungan antara Barat dan Timur semakin dekat.
2. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tata kehidupan masyarakat Timur yang maju menjadi daya dorong pertumbuhan intelektual bangsa Barat yakni Eropa sehingga hal tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam melahirkan era Renaisans di Eropa
3. Bangsa Barat yang selama itu tidak mengenal kemajuan pemikiran bangsa Timur maka Perang Salib itu juga membawa akibat timbulnya kegiatan penyelidikan bangsa Eropa mengenai seni dan pengetahuan penting serta berbagai penemuan yang telah dikenal di Timur seperti kincir angin, kompas kelautan, dan lain-lain.
4. Bangsa Barat dapat mengenali sistem industri Timur yang telah maju sehingga setelah kembali ke Eropa mereka lantas mendirikan sistem pemasaran barangbarang produk Timur Perang Salib yang pada awalnya hanya merupakan suatu reaksi dari Kristen Eropa Barat, namun lama-kelamaan timbul suatu keinginan untuk menguasai Dunia Islam. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya cita-cita dari umat Kristen Eropa mendirikan kerajaankerajaan mereka di seluruh daerah Timur. Untuk merealisasikan cita-cita diatas, maka jalan satu-satunya yang ditempuh yaitu menyapu bersih umat Islam.Dengan cita-cita yang telah dicanangkan tersebut.


BAB III
KESIMPULAN

            Perang Salib terjadi dalam tiga periode. Periode pertama disebut periode penaklukan (1096-1144) di mana Paus Urbanus II bisa membangkitkan semangat kaum Kristen untuk bersiap melaksanakan penyerbuan. Mereka menaklukkan Anatolia Selatan, Tarsus, Antiokia, Aleppo dan Edessa. Kemenangan pasukan Salib ini telah mengubah peta dunia Islam karena dari kemenangan ini berdirilah beberapa kerajaan di bawah pemerintahan Kristen di Timur.
Periode kedua adalah reaksi umat Islam (1144-1192). Jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan kaum Salib membangkitkan kesadaran kaum muslimin untuk menhimpun kekuatan guna menghadapi mereka. Di bawah kepemimpinan Imaduddin Zangi, Nuruddin Zangi dan Shalahuddin al-Ayyubi, kaum muslim bisa menundukkan wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh pasukan Salib misalnya Edessa, Aleppo, Damascus, Antikoia dan Mesir.
Periode ketiga adalah berlangsung dari 1193-1291 yang lebih dikenal dengan perang saudara atau periode kehancuran dalam perang Salib. Tindakan tentara Salib untuk membebaskan Baitul Makdis beralih menjadi ambisi politik dan sesuatu yang bersifat material.
Harus diakui, Perang Salib adalah cikal bakal hubungan antara Barat dan Timur. Perang Salib telah membentuk persepsi kaum Barat tentang dunia Islam sebagaimana perang itu juga membentuk pandangan umat Islam terhadap Barat. Perang Salib setidaknya telah mempengaruhi kesadaran kedua belah pihak dalam interaksi selanjutnya. Sebelum Perang Salib, orang-orang Eropah Kristian tahu dengan sangat sedikit tentang orang-orang Islam. Tapi setelah perebutan Jerusalem oleh orang Eropa Kristian mereka mulai mengenal Islam sesungguhnya. Selama ini orang Islam dikesankan sebagai orang yang kejam mereka sedar bahawa mereka sendirilah yang kejam. Dan ternyata orang Islam adalah orang yang bertolak-ansur kecuali kalau mereka diperangi. Selama ini Eropa Kristian menganggap Islam agama pedang ternyata kemudian orang Eropa sadar bahwa Islam agama damai. Selama ini juga kesan di mata Orang Eropa Kristian bahwa Nabi Muhammad orang yang gila seks karena beristeri banyak akhirnya mereka sedar kenyataan tidaklah demikian. Mereka juga jadi belajar kitab-kitab ilmu pengetahuan, peradaban, dan kebudayaan Islam. Eropah yang saat itu disebut mengalami Masa Kegelapan mulai menemukan titik terang peradaban mereka. Mereka belajar astronomi, kedoktoran, filsafat, dan pelayaran dari umat Islam. Dan mereka sedar akan doktrin Jesus bahawa cintailah musuhmu justeru setelah peristiwa Shalahudin Al Ayyubi mengobati musuhnya yaitu Richard Si Hati Singa.
Selama ini orang Eropa Kristian menganggap bahawa Islam adalah agama yang kejam ternyata mereka kemudian sadar Islam agama yang sangat damai.. Di dalam kekhalifahan Islam, semua pihak termasuk orang Yahudi, Kristian, dan Zoroaster ternyata menikmati kebebasan beragama.


LAMPIRAN
1.1 Peta tahun 1140 yang menunjukan jatuhnya Edessa di sebelah kanan peta, yang merupakan sebab terjadinya Perang Salib Kedua
1.2 Pengepungan Antioch, dari lukisan miniatur abad pertengahan selama Perang Salib Pertama. (sumber: www.paguyubanpulukadang.forumotion.net)
1.3 Mesjid Umayyah di tengah kota Damaskus.


Daftar Pustaka
  1. Yatim M.A, Badri Dr, ”Sejarah Peradaban Islam” , Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006.
  2. Montgomery. W. Watt, ” Islam dan Peradaban Dunia. Pengaruh Islam atas Eropa abad Pertengahan ”, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 1995.
  3. Henry, Lucas S, ” Sejarah Peradaban Barat : Abad Pertengahan ” , Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1993.
  4.  www.paguyubanpulukadang.forumotion.net 
  5. Buletin Studia Tahun Ke-empat by Abu fikri on the April 19th, 2007