PERISTIWA KORERI DI BIAK
Untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah “ Sejarah Eropa Lama “
Dosen Pengampu : Drs. Djumarwan dan Sudrajat, S.Pd
Disusun Oleh :
1. Bayu Prakoso 07406244016
2. Rinafika Dianasari 07406244023
3. Fitri Susanti 07406244038
4. Ag. Danish Singgih 07406244044
5. Susilo Setyo Utomo 07406244048
6. Rohmat Widiyanto 07406244049
7. Yestri Rusfinggar P 07406244051
PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mitologi koreri mengisahkan seorang tua dari pulau biak yang mengetahui dan memiliki rahasia tentang kehidupan yang abadi, yang dalam bahasa biak disebut koreri. Orang tua yang memiliki rahasia koreri itu bernama Mananarmakeri, kadang diwsebut juga dengan nama kayan sanau atau kayan biak. Ia meninggalkan orang-orang biak dan pergi ke arah barat bersama rahasia korerinya tetapi berjanji akan kembali pada suatu saat. Kepergiannya kearah barat itu disebabkan oleh sifat-sifat orang biak yang cenderung pada kelaliman nafsu duniawi, ketidak jujuran, ketidak adilan dan suka menumpahkan darah. Jika sifat-sifat ini ditinggalkan oleh orang-orang biak, maka ia akan kembali dengan rahasia koreri untuk mereka.
Gerakan koreri di biak, irian jaya merupakan gerakan yang bersifat politisi-religius karena menentang kekuasaan asing ( belanda dan jepang ) serta agama kristen, yang kesemuanya dianggap sebagai penyebab penderitaan masyarakat. Gerakan ini distimulir oleh suatu mitologi mananarmakeri yang hidup dikalangan rakyat biak dan yang senatiasa mengharapkan masa bahagia dan abadi lewat kedatangan sang mesias yaitu mananarmakeri. Pada tahap awal, aspek kultural merupakan motif pergerakan ini, yaitu usaha mempertahankan aksistensi kebudayaan asli dari pengaruh kebudayaan asing. Tetapi pada tingkat berikutnya berubah motifnya untuk tujuan politik yaitu menentang kekuasaan asing.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana masuknya Belanda Di Irian Barat ?
2. Apa Yang Melatarbelakangi Peristiwa Koreri Di Biak ?
3. Bagaimana Proses Terjadinya Peristiwa Koreri Di Biak ?
4. Bagaimana Gerakan Koreri Di Biak ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Bagaimana masuknya Belanda Di Irian Barat
2. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya peristiwa koreri di biak
3. Untuk mengetahui Bagaimana Proses Terjadinya Peristiwa Koreri Di Biak
4. Untuk mengetahui Bagaimana Gerakan Koreri Di Biak
BAB II
PEMBAHASAN
A. MASUKNYA BELANDA DI IRIAN BARAT
Kedatangan orang-orang kulit putih dalam wujud pemerintah Kolonial Belanda di Irian Jaya untuk mewujudkan politik kolonialnya di daerah ini. Hal ini berarti pengembangan ide-ide pemerintahan membuat citra mereka, penanaman norma-norma maupun pranata-pranata mereka dalam masyarakat setempat. Masyarakat Irian Jaya yang telah memiliki adat-istiadat, norma-norma dan pranata-pranata sosial begitu saja menerima gagasan-gagasan pemerintah kolonial Belanda.[1] Koentjaraningrat bahkan menyatakan sebagian besar rakyat Irian Jaya pada dasarnya memiliki sikap benci terhadap bangsa Belanda. Dalam situasi kolonial sikap benci ataupun acuh tak acuh dapat digolongkan ke dalam bentuk perlawanan pasif.
Kehidupan orang-orang kulit putih dalam pemerintahan Kolonial Belanda di daerah Irian Jaya berkembang tidak terlalu menghiraukan keadaan penduduk asli setempat. Kehidupan yang mewah dan kemajuan menjadi monopoli orang kulit putih, sedangkan di sisi lain penduduk asli hidup dalam kekurangan dan kemiskinan sehingga melahirkan rasa tidak puas terhadap keadaan yang demikian. Rakyat pun melakukan berbagai reaksi ekstrim dengan sikap agresif dan perbuatan-perbuatan yang tidak menentu, ataupun reaksi ekstrim dengan sikap negatif yaitu menghindari kesengsaraan dunia nyata dengan memusatkan perhatian pada alam kebatinan.
B. LATAR BELAKANG PERISTIWA KORERI DI BIAK
Gerakan koreri yang terjadi di daerah biak di awali dengan peristiwa prolog yaitu sebagai berikut: Sekitar tahun 1938, Insernsowek, demikian nama yang dipakai sejak lahir yang kemudian diganti dengan nama baptis, Angganitha, janda dari seorang bapak dan tiga orang anak dari klen Menufandu, kembali kepada sanak keluarganya di pulau Insumbabi setelah beberapa waktu lamanya diasingkan di pulau kecil Aiburanbodi karena menderita penyakit kulit dan beri-beri. Kedatangan kembali Angganitha itu menggemparkan seluruh isi kampungnya, karena dia adalah orang yang semula terkena penyakit kulit dan beri-beri dan menurut banyak orang dia sudah tidak mempunyai harapan lagi. Namun sekarang Angganitha kembali dengan keadaan sehat dan cantik, bukan angganitha yang dulu menderita penyakit.
Angganitha kemudian menceritakan bahwa di tempat pengasingan ia dikunjungi oleh seseorang yang memberi makan dan mengobatinya sehingga menjadi sembuh. Orang asing itu memberkatinya dan memilihnya untuk menjadi penyiar dan pemimpin dari suatu hidup yang tiada akhirnya. Berita tentang Angganitha dengan pengalamannya itu segera tersiar ke suluruh pelosok kepulauan biak. Tidak lama kemudian berita itu disusul lagi dengan suatu pernyataan dari Angganitha sendiri yang mengatakan bahwa orang asing yang telah menyembuhkan dan memberikan amanat kepadanya adalah Mananarmakeri, kayam sanau atau kayan biak. Pemberi amanat itu berkata “ Aku telah melihat kelaliman dan penderitaan serta penganiayaan dan semua penindasan terhadap kamu. Aku akan memberikan kedamaian abadi kepadamu, karena itu kamu akan memakai nama bin damai atau Bin Masro Judea (Puteri Damai atau puteri emas dari Judia).
Sekarang aku mengutus kamu untuk memimpin rakyatmu ke Koreri. Agar kehidupan abadi atau koreri terlaksana maka tidak boleh ada pertumpahan darah, karena darah akan menghalangi jalan ke Koreri. Sebab aku tahu bahwa orang-orangmu adalah orang yang gemar berperang. Dan katakan bahwa bendera yang akan dipakai di seluruh irian adalah bendera dengan corak tiga. Di atas berwarna biru, di tengah berwarna putih dan di tengah berwarna merah melambangkan kesetiaan, kedamaian, dan keberanian atau dari atas akan datang perdamaian atau perang. Aku adalah kayan sanau yang datang dari barat dan yang membangkitkan semua perang di dunia. Janganlah takut karena orang-orang besar membangkitkan perang tetapi orang-orang yang berbuat benarlah yang akan menakhlukan seluruh dunia. Jika Irian, hak, dan benderamu tidak diakui, jika engkau ditindas lagi, maka perang dunia ketiga akan menghancurkan seluruh dunia. Tetapi aku, kayan sanay akan memimpin perang dunia, janganlah takut”.
Selang dua tahun berita ini tersiar kepada seluruh penduduk. Bersama dengan hangatnya berita tersebut tersiarlah pula berita tentang Perang Dunia II. Hal itu semakin menjadikan bertambahnya keyakinan penduduk bahwa Angganitha sungguh-sungguh diutus oleh kayan sanau. Oleh karena itu amanat yang disampaikan melalui Angganitha harus dilaksanakan. Berduyun-duyun orang datang untuk menyaksikan dan menerima langsung amanat kayan sanau melalui utusannya yaitu Angganitha. Juga banyak orang yang sakit dan disembuhkan oleh Angganitha.
Semua peristiwa dan tindakan-tindakan Angganitha ini membawa kekaguman penduduk terhadap dirinya, ia dianggap sebagai wanita luar biasa. Kekaguman dan anggapan tersebut segera menjelma ke dalam bentuk pendewaan. Angganitha kini menjadi sakral, karena itu apa yang ia ucapkan mempunyai sifat sakral juga. Dengan demikian apa yang pernah diucapkan adalah benar, oleh sebab itu harus dipatuhi dan ditaati. Mulai saat itu terjadilah titik balik terhadap ajaran agama kristen yang disiarkan oleh para penyiar agama Nasrani dan penolakan terhadap kepemimpinan yang diatur oleh pemerintah penguasa pada waktu itu ( pemerintah Belanda). Dengan kata lain saat itu merupakan awal dari pergerakan penolakan baik terhadap agama kristen maupun terhadap pemerintah penguasa untuk menggantikannya dengan agama dan pemerintahan baru yang berakar pada mitologi biak, yaitu mitologi Koreri dengan tokoh utamanya Mananarmakeri atau kayan Sanau.
Mitologi Koreri
Mitologi koreri mengisahkan seorang tua dari pulau biak yang mengetahui dan memiliki rahasia tentang kehidupan yang abadi, yang dalam bahasa biak disebut koreri. Orang tua yang memiliki rahasia koreri itu bernama Mananarmakeri, kadang diwsebut juga dengan nama kayan sanau atau kayan biak. Ia meninggalkan orang-orang biak dan pergi ke arah barat bersama rahasia korerinya tetapi berjanji akan kembali pada suatu saat. Kepergiannya kearah barat itu disebabkan oleh sifat-sifat orang biak yang cenderung pada kelaliman nafsu duniawi, ketidak jujuran, ketidak adilan dan suka menumpahkan darah. Jika sifat-sifat ini ditinggalkan oleh orang-orang biak, maka ia akan kembali dengan rahasia koreri untuk mereka. Pada saat itu tidak akan ada lagi penderitaan dalam bentuk apapun, yang akan ada lagi penderitaan dalam bentuk apapun, yang akan ada hanya kehidupan yang penuh dengan kesukaan abadi.
Kisah tentang penemuan rahasia koreri dimulai pada petualangan koyan sanau melalui peristiwa dialognya dengan snon soroka (manusia dari negeri roh-roh). Ketika kayan sanau mengikuti jejak babi yang merusak tanaman kebunnya dan yang ditombaki olehnya menjelang fajar tibalah ia pada suatu tempat berupa gua. Di dalam gua itu ia menemukan tombaknya dalam keadaan utuh disandarkan pada dinding gua. Tidak ada kehidupan yang nampak, anehnya terdengar suara sorak-sorai kegirangan. Ketika ia mencoba mencari sumber sorak-sorai itu tiba-tiba ada suara yang menegurnya: “Hai manusia yang tidak sempurna, kemanakah engkau mau pergi dan apa yang kau cari di tempat ini?”. Kayan sanau begitu terkejut mendengar suara itu sehingga suatu katapun tidak keluar dari mulutnya, ia hanya mendengarkan saja. Suara itu kemudian melanjutkan: “Ambillah tombakmu dan pergilah dari sini, tetapi berjalanlah dengan cara membelakangi pintu keluar”.
Kemudian suara itu menanyakan pada kayan sanau apakah ia mengenal suara-suara dari dalam gua itu, tetapi karena kayan sanau menjawab tidak, tiba-tiba terbukalah tabir yang menghalangi matanya sehingga dapat melihat kerumunan banyak orang termasuk kenalannya yang telah lama meninggal dunia. Melihat semuanya itu kayan sanau tidak mau meninggalkan tempat itu. Namun demikian suara dari negeri roh itu memerintahkan kepada kayan sanau untuk segera meninggalkan tempat itu dikarenakan waktunya belum tiba. Ini adalah tempat koreri, setelah kata-kata itu terucap maka hilanglah suara itu lalu kayan sanau melanjutkan perjalananya.
Peristiwa yang dialaminya itu membuat kayan sanau tiap hari merenungkan kembali betapa indahnya koreri sehingga tidak mengurus dirinya dan dengan demikian ia bertambah tua dan tubuhnya dihinggapi penyakit kulit lalu disebut mananarmakeri. Dalam perjalanan mencari koreri ia singgah di kampung samber, soride dan mokmer. Di Meokbundi, mananarmakeri bertemu dengan sang bintang pagi, sampari, yang mencuri tuak yang disadap dari pohon kelapanya. Dalam pertemuan iu mananarmakeri tidak mau melepaskan sang binatang pagi sebelum memberikan berkat dan rahasia yang dimiliki kepadanya. Kemudian sang bintang pagi itu menanyakan keinginan dari mananarmakeri, maka ia menjawab bahwa ia menginginkan Koreri. “Kalau demikian” kata sampari, buatlah api dari kayu besi kemudian masuklah kedalamnya dan kamu akan berubah menjadi muda dan sehat seperti aku. Ambillah dua buah bitanggor, mantrailah kemudian lemparkan kepada gadis yang engkau sukai, dia akan menjadi seorang ibu.
Pada perjalanan kembali ke kampung Mananarmakeri membawa dua buah bitanggor, dan melemparkan sebuah ke tempat dimana indoraki sedang mandi. Alhasil insoraki hamil dan melahirkan seorang putera yang diberi nama Manarbew. Untuk mengetahui siapa yang sebenarnya menjadi ayah Manarbew, maka diselenggarakanlah persta tari-tarian. Dalam pesta itu terbukti bahwa mananarmakerilah yang menjadi ayah dari Manarbew. Peristiwa ini menyebabkan seluruh isi kampung marah dan memutuskan untuk menghukum mananarmakeri, insoraki, dan manarbew dengan cara meninggalkan mereka dikampung tersebut. Sepeninggal mereka, mananarmakeri oergi ke ujung pulau lalu membakar diri di dalam api. Setelah membakar diri maka kulitnya yang lama berubah menjadi baru. Kulit yang terlepas dari tubuhnya berubah menjadi bendda-benda antik, gelang tangan, kalung, dan sebagainya. Tanpa bersusah payah segala sesuatu yang dibutuhkan tersedia, jega termasuk hidup kekal, dimulai oleh mananarmakeri dengan cara mengganti kulit yang lama. Mananarmakeri kemudian berpendapat bahwa hidup yang berkelimpahan tanpa susah payah, dan hidup tanpa akhir yang telah dicapainya itu janganlah dimiliki oleh keluarganya sendiri, karena itu ia harus pergi mencari orang-orang yang telah meninggalkan mereka untuk membagi-bagikan kehidupan koreri.
Di krawi ia ingin memberikan kehidupan koreri untuk orang-orangnya tetapi dengan syarat, ibu mertuanya harus bersedia menjadi alas untuk meluncurkan perahunya ke arah darat. Mananarmakeri mau membuktikan bahwa ia dapat menghidupkan kembali mertuanya yang bakal mati ditimpah oleh perahu yang berat,untuk memperlihatkan kepada orang-orang bahwa ia mempunyai rahasia koreri. Akan tetapi karena permintaannya ditolak maka ia meninggalkan kampung itu menuju ke arah timur, ke sungai memberamo. Dari memberamo ia melanjutkan perjalanannya ke Tabi kemudian kembali ke arah barat menyusuri pantai teluk cenderawasih dan sampaialah ia di pulau Numfoer.
Oleh karena orang-orang dipulau Numfor tidak dapat menangkap dan mengerti maksud mananarmakeri maka ia menjadi marah lalu segera berangkat terus ke arah barat meninggalkan mereka. Pada waktu berangkat ia berjanji kepada mereka bahwa ia akan datang bila waktunya tiba. Perjanjian Mananarmakeri itu sebagai mitologi yang bercorak messianistis tetap hidup dalam masyarakat Biak dari generasi ke generasi, memberi harapan dan gairah hidup terutama dalam situasi-situasi sosial yang tegang. Mananarmakeri pasti suatu saat akan kembali, karena itu orang-orang biak tetap menunggu.
C. GERAKAN-GERAKAN KORERI DI BIAK
Gerakan koreri yang berlangsung di biak selama periode 1938-1943, dilihat dari lamanya gerakan, jumlah pengikut dan intensitas pergolakan yang ditimbulkannya, dapat dikelompokkan dalam tiga gerakan besar yang muncul secara terorganisir dan terarah serta beberapa gerakan-gerakan kecil lainnya yang muncul secara sporadis.
1. Gerakan Koreri di bawah pimpinan Angganitha.
Tindakan pendewaan Angganitha yang dirahasiakan oleh pendduduk dari pemerintah dan zending akhirnya terbuka juga, ini terjadi pada pertengahan tahun 1941. Kuunjungan dalam jumlah besar penduduk dari berbagai pelosok kepulauan biak ke Insumbabi mencurigakan pemerintah sehingga diadakan penyelidikan. Atas hasil penyelidikan itu pemerintah dan pendeta kristen mengisyaratkan kepada angganitha dan pengikutnya untuk segera menghentikan gerakannya. Tetapi ditolak oleh angganitha, berita penolakan ditanggapi kepala distrik di bosnik dengan mengirim polisi ke insumbabi untuk membakar semua rumah termasuk rumah angganitha. Hanya beberapa bulan saja lebih banyak rumah-rumah dibangun dan lebih banyak yang datang di Insumbabi dari sebelumnya. Mendengar hal ini pemerintah mengambil tindakan dengan memenjarakan angganitha. Karena ketika di penjara angganitha menunjukkan kelakuan baik akhirnya ia dibebaskan dengan perjanjian ia tidak boleh menerima dan menghidupkan lagi gerakannya. Peristiwa pembebasan angganitha dari penjara ini terjadi pada akhir tahun 1941, jadi ia hanya berpisah dari rakyat dan gerakannya beberapa bulan saja.
Kedatangan kembali angganitha di sowek segera disambut sebagai suatu kemenangan. Bahkan lebih banyak lagi orang yang datang dan memujanya. Pada waktu itu Angganitha secara terbuka menyerang pemerintah. Ia mengatakan jika ada lagi usaha-usaha dari pemerintah untuk menggagalkan gerakannya dengan menyerang pulau insumbabi maka semua kapal dan perahu yang digunakan akan berubah menjadi batu atau akan hancur lebur diatas karang. Sementara perang Jepang sekutu pecah, sehingga kesempatan Angganitha untuk meningkatkan pengaruhnya sudah tidak dapat dicegah lagi.
Rapat-rapat massal yang berlangsung di insumbabi diikuti dengan pertentangan yang mengundang pertumpahan darah antara yang pro pada agama kristen dengan para pengikut angganitha. Para pengikut angganitha berperndapat bahwa apa yang sebenarnya dimuat dalam kitab suci tidak lain dari mitologi biak. Karena itu mereka menyamakan manarbew dan insoraki dengan Yesus sedangkan insoraki disamakan dengan Maria. Berbagai tempat di sekitar pusat gerakan itu dinamakan pula menurut nama tempat di negeri israel yang dimuat dalam kitab suci, seperti misalnya Insumbabi dinamakan Yudea, Gadara untuk pulau Rani dan Betlehem untuk Airubondi.
Karena semakin berkobarnya pertentangan-pertentangan antara yang pro dan yang kontra serta tindakan dari pemerintah untuk menentang pergerakan ini maka pihak Angganitha berusaha untuk memperkuat diri dengan melantik pembantu-pembantu yang dapat mewakilinya di setiap kampung dengan jabatan tuan damai atau bin damai. Kepada pembantu-pembantu ini diberikan pula bendera koreri untuk dikibarkan dikampungnya maing-masing. Dengan demikian maka bertambah kuat dan besar pengaruh pergerakan itu dimana-mana. Dari bosnik pemerintah mengambil tindakan dengan mengirim suatu kesatuan polisi untuk kedua kalinya membakar semua rumah di pulau itu.
Pada tanggal 8 Mei 1942 Angganitha ditangkap dan dibawa ke bosnik. Kemudian diasingkan ke manokwari dan ini merupakan penutup bagi babak pertama dari pergerakan koreri yang bercirikan sinkretisme antara agama Nasrani dengan Mitologi Mananarmakeri. Di satu pihak, pembuangan Angganitha ke manokwari merupakan akhir dari pergerakan yang dilahirkan dan dipimpinnya sendiri secara langsung, tetapi dilain pihak hal ini merupakan suatu titik awal dari pergerakan-pergerakan yang berikutnya dan yang masih berakak pada pergerakan pertama tersebut.
Dua tokoh utama tersebut adalah Stephanus Simopyaref dan Korinus Birmor Boseren. Keduanya memiliki persamaan dalam bidang-bidang tertentu, seperti pernah dipenjarakan oleh pemerintah belanda. Pernah mendapatkan wahyu dari kayan sanau juga menurutnya.
2. Gerakan Koreri di bawah pimpinan Stephanus Simopyaref (1942).
Stephanus Simopyaref berasal dari manswam, biak selatan, dilukiskan sebagai seorang berperawakan kurus dan tinggi dengan kepandaian berbicara dan kepercayaan diri yang besar. Pada waktu dipenjarakan di luar irian, yaitu di jawa dan maluku, ia banyak mendengar tentang agama islam dan belajar tentang ilmu kebatinan dan sulap. Pada waktu pendudukan Jepang ia berada dalam penjara manokwari, Stepanus bersama-sama dengan para narapidana lainnya dibebaskan dan waktu lembali ke biak ia membawa sejumlah kitab suci yang dibuang oleh tentara Jepang dari rumah-rumah yang digeledah. Dalam perjalanan pulang ke kampungnya di Biak, Stepanus mengadakan suatu rapat bersama orang-orang yang juga dalam perjalanan pulang ke kampungnya.
Dalam rapat itu Stepanus menobatkan Angganitha sebagai Ratu dan Stepanus sendiri bertindak sebagai Jendral dan membentuk angkatan bersenjata. Sebagai hasil dari perembukan itu beberapa masalah dirumuskan dan diputuskan.
a. Untuk melaksanakan perluasan dan tetap mempertahankan kesatuan maka perlu diadakan lebih banyak propaganda.
b. Angganitha harus dibebaskan dari penjara.
c. semua yang menentang pergerakan harus dibasmi. Semua penduduk asli yang tidak turut dalam pergerakan harus dipaksa untuk bersedia ikut serta.
d. Sebagai simbol pergerakan koreri akan digunakan bendera koreri dengan sebuah tanda salib berwarna biru pada bagian putih dan sebuah bintang di bagian merah pada bendera tersebut.
e. Tentara jepang tidak boleh diganggu kecuali dalam keadaan terpaksa.
f. Seluruh Irian mulai dari pulau Gebe di sebelah barat sampai di merauke dan Jayapura Timur akan berada di bawah kekuasaan bendera koreri.
g. Angganitha mesti diakui sebagai Ratu diseluruh Irian. Stepanus simopyaref akan menjadi jendral/panglima. Semua fungsionaris yang ditunjuk oleh angganitha harus diakui.
Keputusan-keputusan dalam rapat ini bagi stepanus merupakan kenyataan dari cita-citanya selama berada dalam penjara di Manokwari. Sewaktu dalam penjara ia mendengar dari seorang perwira jepang bahwa pemerintah Jepang merestui setiap tindakan untuk mendirikan perkumpulan-perkumpulan. Bagi stephanus pernyataan ini merupakan angin baik baginya dalam mengisi pergerakan koreri dengan unsur politik. Angganita penggerak koreri, hanya seorang wanita dan tidak mempunyai ambisi untuk menggunakan pengaruh dan kekuasaannya dalam bidang politik. Itulah sebabnya stepanus mengorganisir orang dan berusaha menggunakan kekuasaan Angganitha untuk tujuan politik. Perkembangan selanjutnya ialah pada tanggal 20 juni 1942 Stepanus mendarat di pulau Rani. Kedatangannya menarik perhatian banyak orang dan tidak lama kemudian ia menjadi “Yang dipertuan”. Dari Rani Stepanus mengutus Zadrak Ronsumbre, yang diangkat menjadi laksamana dalam tentara A. B. Untuk memimpin 200 orang ke Bosnik dalam rangka pembebasan Angganitha. Utusan Stepanus dibawah pimpinan Zadrak Ronsumbre tiba di bosnik pada tanggal 28 Juni 1942 tepat pada hari dimana kapal Daito Maru tiba di Bosnik.di bosnik Zadrak bersama beberapa orang kepala adat setempat yang mendampinginya menghadap pimpinan pemerintahan distrik untuk membebaskan Angganitha. Usaha mereka kali ini gagal.
Ketika Stepanus datang sendiri untuk melakukan perundingan dengan pimpinan Jepang juga sia-sia, karena Angganitha tetap dibawa ke Manokwari dengan dijatuhi hukuman pancung disana. Alhasil kejadian ini membangkitkan kemarahan pada para pengikut koreri. Kemudian suatu rapat diadakan, salah seorang pembantu Angganitha yang bernama Stepen wanda melihat angkatan perang koreri terlalu banyak campur tangan dalam pergerakan dan tidak mencerminkan sifat keagamaan dari pergerakan itu sehingga ia memprotes.
Hasilnya ialah diadaannya rapat. Beberapa hal yang ditambahkan yaitu penggunaan ilmu sihir, kitab suci, dan air kebal dan doa. Ketika dalam situasi semangat yang berkobar-kobar dari massa pendukung koreri yang berkumpul tiba-tiba datang kapal Jepang. Kemudian terjadilah perang, namun akhirnya delegasi Jepang turun dan mengajak berunding. Pihak jepang menyampaikan kepada stepanus dan pengikutnya bahwa Angganitha dapat dibebaskan kalau stepanus menyampaikan permintaannya itu sendiri kepada pemimpin Jepang yang ada di Manokwari. Berselang beberapa waktu kemudian terdengar berita bahwa Stepanus dan Angganita dipancung oleh orang Jepang. Ketidak pastian soal pemimpin mereka menyebabkan banyak yang kebingungan dan sebagian besar banyak yang kembali ke kampungnya masing-masing.
3. Gerakan Koreri di bawah pimpinn Birmori.
Birmori merupakan teman satu sel stepanus ketika di manokwari, pada waktu pembebasan ikut dibebaskan dan pulang ke kampungnya di wapres,sebelah barat laut biak. Selama stepanus aktif memimpin gerakan koreri dari rani, ia tetap tinggal diam. Tetapi ketika pengaruh stepanus berakhir ia menampilkan diri ke depan. Berwal ketika birmori melihat dan bertemu dengan mangundi menurut pengakuannya. Sekarang setelah berada kembali di kamungnya dan mendengan gerakan koreri yang mulai memudar, ia pergi mengunjungi Yamnaibori bekas tempat ladang mangundi, kemudian kembali menyatakan diri sebagai raja Damai Wopes.
Seperti halnya Angganitha dan Stephanus, Birori pun berusaha untuk mendapat banyak pengikut, melalui perbuatan yang sifatnya sinkretis antara agama Nasrani dengan mitologi biak dan penggunaan ilmu ilmu-ilmu sihir. Beribu-ribu orang berduyun-duyun ke wopes, yang dijadikan birmori sebagai pusat kegiatan pergerakannya. Sementara gerakan koreri yang berpusat di rani mengalami masa kemundurannya. Pada bulan desember 1942 birmori menyatakan tidak mau bekerjasama terhadap Jepang secara Blak-blakan. Kedua sekolah-sekolah harus ditutup karena mau mewajibkan penggunaan bahasa Jepang, ketiga semua orang Ambe yang berperang sebagai orang Jepang dan yang menjadi mata-mata Jepang harus dihukum atau dibunuh. Sikap Birmori yang menentang Jepang ini mengundang pihak Jepang untuk melawannya.
Di bawah pimpinan Yasimoto, seorang perwira Jepang datang ke Wopres dengan pasukan yang tersiri dari orang irian dan polisi Jepang. Ketika Yasimoto menantang birmori dengan mengatakan bahwa birmori adalah seorang penghasut, pemberontak, dan pengecut, serta memainkan samurainya, maka birmori mendahuluinya dan membunuh orang Jepang itu. Pihak Jepang yang jumlahnya sedikit dari pihak birmori melarikan diri dengan membawa beberapa anggotanya yang terluka.
Birmori menyadari bahwa tindakannya ini pasti akan dibalas oleh Jepang, maka dia pun melarikan diri ke hutan. Isteri Birmori terbunuh dalam salah satu peristiwa itu. Ketika birmori menggali liang lahat untuk menguburkan isterinya, ia dibunuh oleh salah seorang anggota keluarga dekatnya. Kepala birmori kemudian dipotong dan diserahkan pada orang-orang Jepang.[2]
D. GERAKAN KORERI SETELAH TAHUN 1943
Gerakan Koreri merupakan gerakan tertua di daerah teluk Saireri (kemudian berkembang ke kepulauan Raja Ampat) muncul kembali di Kwatisori (Wandamen) pada tahun 1950. Pemimpinnya menyebut gerakan ini sebagai agama Syariwari. Sebelumnya pada tahun 1948 di Waserew daerah Manokwari gerakan Koreri timbul lagi dipimpin oleh seorang wanita.[3] Gerakan-gerakan tersebut selalu muncul dalam keadaan tidak menentu. Di satu pihak pemerintah Kolonial Belanda sedang berusaha secara nyata untuk memisahkan daerah Irian Jaya dari kesatuan Indonesia. Di pihak lain para pejuang Irian Jaya sedang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia di daerah ini. Oleh karena itu tidak jarang pemerintah Kolonial Belanda campur tangan dalam gerakan-gerakan untuk membendung agar nasionalisme tidak berkembang di dalamnya.
Di antara tahhun 1952 dan 1954 di daerah danau Wissel (Paniai) terdapat gerakan Wege. Para anggotanya mengharapkan kedatangan seorang Ratu Adil wanita yang akan datang dari Jawa dan akan mendirikan ”kerajaan bahagia” dengan membawa harta keayaan. Dasar dari gerakan ini adalah koh dongeng Situgumina yang mengenal rahasia hidup dan maut dan mengenal sumber-sumber kekayaan dunia. Ia pernah ke Jawa, tetapi kelak akan kembali lagi.
Oleh karena itu sebelum kedatangannya kembali orang-orang Ekari harus mempersiapkan diri untuk mempersiapkan diri untuk segala sesuatunya. Dalam melakukan kegiatannya gerakan ini memilih tempat di tengah hutan. Di tempat ini didirikan suatu bangunan berbentuk barak untuk menampung para anggotanya. Di rumah itu mereka melakukan upacara hinggga sampai berminggu-minggu lamanya. Pemimpin gerakan ini adalah Zacheus Pakage. Selain sebagai seorang tokoh masyarakat di kampung Bomou, ia pernah mengikuti pendidikan sebagai guru Injil di Kebo daerah Enarotali dan di sekolah Alkitab Kema Injil di Ujung Pandang. Sebelum memimpin gerakan Wege itu ia pernah membantu para misionaris di Moni, Uhunduni dan Dani.
Dari pengalaman-pengalamannya selama mengikuti pendidikan dan bertugas sebagai pembantu para misionaris, ia banyak memperoleh gambaran tentang keadaan yang tidak seimbang dalam status sosial konomi antara penduduk setempat dengan para misionaris (Evangolis Barat). Pertama-tama ia melihat dirinya berbeda dengan para evangelis barat, di sisi lain disadainya kekurangan-kekurangan kebudayaan sukunya, apalagi jika dibandingkan kebudayaan orang kulit putih. Pengalaman-pengalamannya ini kemudian banyak mempengaruhi gerakan Wage yang dipimpinnya.[4] Dalam kaitannya dengan gerakan Masianistik, pada tahun 1963 Raja Ampat muncul kembali Gerakan Koreri. Inti gerakan ini adalah harapan akan datangnya raja Mansern, harapan akan datangnya zaman Koreri dan kandasnya orang kulit putih. [5] Pada pertengahan tahun 1968 terjadi pemberontakan di Biak Utara yang dipimpin oleh Jan Pieter Karma dengan menyerang Pos ABRI di Korerm serta beberapa pos lainnya di wilayah Biak Utara. Namun setelah aksi Jan Pieter Karma ini berhenti pada bulan April 1969, maka kegiatan OPM kemudian dipimpin oleh Melkianus Awom dan Nataniel Awom. Mereka melakukan aksi-aksi penyerangan terhadap pos ABRI serta aksi pengibaran bendera Papua di Manokwari di dean kantor Kehutanan Reremi pada tanggal 1 November 1965. Di Biak bendera OPM dikibarkan pada umumnya di hutan dan di atas gunung yang digunakan sebagai markas pasukan OPM baik di Biak Barat maupun Biak Utara[6].
Pemberontakan di Biak di bawah kepeminan Jozef, meletus pada tanggal 14 Maret 1948. Pemberotakan itu mengemparkan fihak Belanda dan menjadi peringatan bagi mereka, bahwa Irian akan terus bergolak untuk memperoleh kemerdekaannya. Pemimpinnya adalah Bestuur-assistant Jozef, (yang ketika itu menjabat juga sebagai Sekretaris Partai Kemerdekaan Indonesia Irian).
Jozef adalah salah seorang yang mengenal Irian dengan mendalam. Setelah tamat dari sekolah BB tahun 1941, ia terus bekerja sebgai Pamongpraja di daerah Wisselmeren di tengah – tengah pulau Irian, yang di tahun 1948 pertama kali ditemukan oleh letnan Penerbang Wissel. Di sekitar danau-danau Panisi ini berdiam lebih kurang 150.000 penduduk yang belum pernah mengenal penjajahan.
Dalam masa pendudukan tentara Jepang, Jozep turut dengan patroli Jepang dari Ambon dan mendarat di pantai dekat Fak Fak. Sesudah berjalan kaki sampai 5 hari, mereka tiba di daerah danau - danau tadi. Jozep melarikan diri dan dapat menggabungkan diri dengan sebuah pos Belanda, yang mempunyai alat penghubung radio dan dibekali dari udara.
Jozep kemudian dipanggil ke Australia. Dari daerah danau Wissel, melalui pedalaman, ia tiba di daerah danau-danau Hager (diketemukan oleh Letnan Hager tahun 1943) di udik Jayapura.
Tawaran Belanda untuk masuk Bestuurs-academie ditolaknya. Dalam tahun 1947 ia ditempatkan di Biak sebagai Bestuurs-assistent. Disini ia berhubungan dengan pejuang Rumkorem dan kawan- kawan, yang mendapat pengaruh gerakan Silas Papare dan kawan-kawan. Dari tempat pengasingan Gupernur Ratulangi di Serui, berhembus pula angin perjuangan yang mendorong mereka menyusun kekuatan. Secara umum kontak dengan pemuka- pemuka Irian diatur, antara lain di gereja-gereja dan melalui putra-putra Latumahina dan lain-lainnya.
Jozef tidak dicurigai oleh Belanda. Komplotan disiapkan. Rencana gerakan disiapkan, yang dilakuakn oleh 5 rombongan, masing – masing untuk merebut lapangan terbang, tangsi niliter, koplek Belanda (BOW) dan stasiun radio.
Gerakan pemberontakan itu antara lain disiapkan di Biak, Sorong dan Babo. Dalam hubungan ini peranan Papare, Animan, Alwi Rakhman dan lain-lain cukup besar. Koperasi kulit buaya adalah salah satu selubung yang luas daripada gerakan-gerakan di bawah tanah. (Ditahun 1949 beranggota lebih kurang 32.000 orang). Maksud Biak itu diteruskan kepada rombongan Ratulangi, antara lain kepada Ince-Saleh. Lebih dulu dijanjikan, bahwa tiada kabar harus diartikan untuk berontak saja.
Obyek yang terutama adalah kamp militer Belanda, dimana terdapat lebih kurang 200 orang tentara yang sudah diinfiltir. Sasaran yang lebih kusus lagi adalah merebut gudang senjata. Direncanakan pemberontakan akan dilancarkan pada malam hari tanggal 15 Maret 1948 karena keesokan harinya akan masuk kapal Kalianda yang akan membawa uang f 3.000.000- serta perbekalan.
Sehari sebelum aksi dilancarkan, bestuut-assistent Jozef pergi ke Mokmer, menemui teman-teman yang diperlukan. Ketika itu masih ada senjata-senjata tertinggal di hutan-hutan dari masa perang yang lalu. Rencana menjadi kacau karena pada hari itu rakyat yang telah panas mulai menembaki sebuah truck militer Belanda yang berpiknik dari Boonek. Di kota diadakan alarm. Komandan militer menilpon HPB: “ Malam ini terjadi pemberontakan dengan pimpinan Jozef”. Sementara itu insiden-inseden mulai terjadi, antara lain disetasiun radio, di mana seseorang sersan terbunuh. Belanda mulai beraksi dengan cepat. Penggrebekan-penggrebegan dilakukan. Jururawat-jururawat di rumah sakit dianggut, karena telah diinfiltrir. Pada pukul 21.00, empat truk militer mendatangi tempat Jozef, yang segera mengepung dan melakukan penggledahan-penggledahan. Karena tindakan Belanda itu, 30 orang pemuda bersenjata serta Hulppolitie tidak sempat melakukan perlawanan sebagai mana yang direncanakan.
Tembakan-tembakan terjadi dimana-mana. Pejuang-pejuang terpecah-pecah dan banyak yang tertawan. Banyak pula rakyat yang mengungsi ke hutan-hutan. Jozef sendiri telah terpisah. Akhirnya ia mengirim surat kepada HPB supaya datang menemuinya. Maka datanglah Kontrolir yang antara lain mengatakan :” kamu tidak saya sangka-sangka...........”
Pada tangaal 16 Maret 1948 didatangkan bala bantuan dari Jaya puara melalui udara. Belanda melakukan pembersihan dimana-mana. Emapat puluh orang ditangkap, diantaranya beberapa orang pemimpin. Mungkin akan dilakukan pula beberapa penangkapan lainnya. Sementara itu di Biak diumumkan dalam keadaan bahaya. Untuk menjamin keselamatan wanita dan anak-anak, maka ditempat-tempat yang terpencil mereka dikumpulkan disuatu kemp. Berkenaan dengan terjadinya peristiwa tersebut diatas,fihak Belanda mengeluarkan pengumuman yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
Pada hari minggu tanggal 14 Maret pukul 19.00 malam komandan polisi pangkalan udara diberitahukan bahwa segerombolan kaum ekstremis pada pukul 2 malam itu bermaksud untuk mengadakan serangan terhadap beberapa bangunan militer, yakni stasiun radio, tempat pendaratan dan kamp polisi pangkalan.
Untuk keprluan serangan itu, telah dilakukan beberapa kali pencurian senjata dan pakaian militer. Dengan segera oleh pembesar-pembesar militer diambil tindakan-tindakan yang perlu : bangunan-banhunan tadi dijaga dan patroli-patroli pengadaan perondaan. Karena itu serangan yang direncanakan itu tak jadi dilakukan. Hanya sersan telegrafis radio Sehippers, yang sedang mendengarkan siaran radio di gubuknya, dibunuh.
Perondaan patroli dan penyelidikan yang dilakukan malam itu juga menyebabkan beberapa orang berhasil ditahan, sedangkan biang keladi dari gerakan ini, dengan bantuan rakyat, ditangkap pada keesokan harinya. Persiapan dari gerakan yang tak sah ini sudah berjalan beberapa minggu, pemimpin-pemimpinnya kebanyakan orang-orang bangsa Ambon. Agaknya gerakan ini dianjur-anjurkan dari luar. Pemuka-pemuka pemberontak ditangkapi. Jozef dipenjarakan selama 6 bulan di Jayapura, kemudian dihadapkan kedepan pengadilan Belanda. Bulan April l949 ia dijatui hukuman seumur hidup, sesudah jaksa menuntut hukuman mati, Ia kemudian dibawa ke Cipinang dan pada tahun 1950, sesudah pengakuan kedaulatan dibebaskan oleh pemerintah RIS.
Pemimpin lainnya, Petoro, seorang gerilyawan yang pernah turut dalam pertempuran-pertempuran di Polongbangkeng, Sulawesi selatan, pada tanggal 26 Januari l949 ditembak mati di Jayapura, bersama-sama dengan penjahat-penjahat perang Jepang. Yang lain-lain dipenjarakan di Boven Digul. Papare ditangkap Belanda kareana ia bersa-sama dengan Ratulangi dan lain-lain, dianggap sebagai biang keladi pemberontakan itu. Papare pernah dianugerahi bintang dan tanda penghargaan dari Ratu Belanda atas jasa-jasanya dalam pertempuran melawan Jepang. Perdebatan terjadi dengan HPB, sampai-sampai Papare mengeluarkan kata-kata : ”Waktu Jepang menyerbu, Belanda lari, kami berperang sendiri dan sesudah jepang terusir, Belanda kembali lagi untuk menjajah ! ” Selama di penjara, Papare tidak luput daripada pukulan-pukulan.[7]
Rakyat melancarkan aksi-aksi untuk menuntut pembebasan pemimpinnya, bahkan penduduk Tanah Besar juga datang, antara lain delegasi yang dipimpin oleh Alwi dan Aninas. Belanda mengkhawatirkan terjadinya pemberontakan rakyat di Serui. Rakyat gembira menyambutnya. Untuk sementara HPB tidk berdaya , akan tetapi kemudian ia membujuk Kepala Kampung. Akhirnya Papare berhasil juga dibawa sebagai pasien sakit ingatan ke Biak, dengan pengawalan satu peleton tentara. Darisini ia diangkut dengan Catalina ke Jayapura, dimana ia ditahan oleh Residen van Eekhout yang telah mengenal jasa-jasanya dalam pertempuran melawan Jepang. Ia membujuk Papare : ”Tinggalkanlah politik !”
Pengadilan kemudian hendak menjatuhkan hukuman penjara 18 bulan, akan tetapi Papare memperlihatkan beslit-beslit Ratu mengenai tanda jasa dan bintang :”Saya akan jalani hukuman ini, tapi lebih dahulu tanda-tanda ini saya kembalikan kepada 0ranje !” Pengadilan memahami arti dari tanda perhargaan itu dan Papare di bebaskan dari tuntutan. Dengan menumpang pesawat Catalina, ia kembali ke Serui dan meneruskan aksi Partai Kemerdekaan Indonesia Irian.
BAB III
PENUTUP
Gerakan koreri pada mulanya merupakan suatu pergerakan pembebasan orang-orang Biak dan Irian dari pengaruh kebudayaan asing. Gerakan ini distimulir oleh mitologi mananarmakeri. Pada tahap berikut, gerakan koreri merupakan suatu gerakan yang bersifat politis-reliius, karena menentang pemerintah Jepang dan Belanda, uga agama kristen yang dianggap sebagai pembawa atau penyebab penderitaan masyarakat.
Gerakan seperti ini disebut gerakan Millenarium terbesar luas diseluruh kepulauan pasifik adalah sejenis dengan gerakan-gerakan mesianik atau gerakan ratu adil yang terdapat dibagian lain di dunia, misalnya gerakan mahdi di jawa dan lain-lain. Pada dasarnya gerakan-gerakan ini tidak hanya merupakan spekulasi tentang kejadian-kejadian, tetapi juga mendorng ke arah tindakan untuk mengubah situasi. Situasi hendak diubah karena dipandang sebagai situasi yang kritis penuh dengan penderitaan, kesengsaraan, kelaliman, penduduknya menunjukkan dekadensi dan korupsi. Sagat dirasakan perbedaan yang besar antara dunia dalam realitas dengan dunia idea. Kesadaran akan hal ini menimbulkan harapan akan perubahan, yang mendatangkan keadilan dan kemakmuran, renovasi dan regenerasi.
Harapan demikian seringkali membangkitkan semangat revolusioner yang selanjutnya menyebabkan akibat-akibat negatif bagi yang ditentang (bisanya pihak yang resmi erkuasa, pemerintah), gerakan-gerakan ini dapat menyebabkan terganggunya kestabilan politik dan menghambat berjalannya program-program pembangunan pemerintah. Di pihak lain bagi para pengikut suatu gerakan tertentu seringkali mengalami penderitaan dan kesengsaraan yang lebih besar. Biasanya gerakan-gerakan itu tisak dapat mengubah situasi seperti yang didambakan. Walaupun demikian gerakan-gerakan itu mempunyai sigat laten sehingga sewaktu-waktu dapat bangkit kembali.
Mungkin beberapa peristiwa yang terjadi di dalam gerakan koreri seperti yang tersebut diatas dan pertistiwa-peristiwa yang terjadi pada gerakan-gerakan lainnya dapat memberikan pelajaran bagi kita baik sebagai pemegang kekuasaan maupun sebagai warga biasa untuk lebih bijaksana dalam bertindak. Kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa yang tidak menyentuh aspirasi banyak orang yang berakar pada nilai-nilai dan norma-norma yang dianut menimbulkan keresahan-keresahan yang pasti disusul dengan tindakan protes.
Tindakan protes dapat disalurkan dengan cara melarikan diri kembali ke dalam mitologi dan menggunakannya sebagai senjata dalam mengambil tindakan-tindakan kekerasan.Jawaban terhadap realitas kehidupan dalam masyarakat yang tidak seiring dengan dunia ideal melalui gerakan-gerakan yang bersumber pada suatu mitologi bukanlah merupakan cara pemecahan yang rasional.
DAFTAR PUSTAKA
John Patiara, dkk. (1984). “Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Irian Jaya. t.k: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional”
Johsz R. Mansoben. (1980). “Gerakan Koreri di daerah Biak antara 1938-1943”, Prisma,
Nasution. “Sekitar perang kemerdekaan indonesia jilid 7 periode renville”. Bandung: 1978.
[1] John Patiara, dkk. (1984). “Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Irian Jaya. t.k: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional”. hlm. 44.
[2] Johsz R. Mansoben. (1980). “Gerakan Koreri di daerah Biak antara 1938-1943”, Prisma, hlm. 78-91.
[3] John Patiara , Op.cit., hlm. 46.
[4]Ibid, hlm. 47.)
[5] ibid
[6] Djopari, John RG. (1995). ”Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka”. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 114