PERAN
IMAJINASI DAN LOGIKA DALAM PROSES ANALISIS
Manusia
dianugerahi oleh Tuhan beupa akal. Akal inilah yang membedakan manusia dengan
makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Dengan akal manusia dapat berpikir,
berimajinaasi bahkan berlogika. Akal sering diidentikkan dengan otak, padahal
antara otak dan akal adalah dua hal yang berbeda. Akal adalah sesuatu yang
abstrak, absurb (tidak jelas), sedangkan otak adalah sesuatu yang konkret dan
dapat dilihat. Selain itu karena akallah manusia dapat memiliki ide untuk
meninggalkan jejak-jejak kehidupan pada generasi berikutnya.
Manusia menemukan cara baru untuk melestarikan dan menyebarluaskan
karya-karyanya. Karya-karya manusia ini yang kemudian
dikenal sebagai catatan sejarah. Berisi kisah kelampauan manusia. Sebelum
menghasilkan karya-karyanya yang merupakan luapan dan hasil tuangan akal
manusia, terlebih dahulu seorang sejarawan yang menulis kisah kelampauan itu
menggunakan imajinasi dan kemampuan berlogikanya dalam rangka menghasilkan
tulisan sejarah yang mendekati objektif sehingga dapat diterima oleh akal
masyarakat.
Memang benar ungkapan Every Man His Own Historian--setiap
orang adalah sejarawan bagi sejarahnya—dengan kata lain kisah kelampauan
seseorang adalah sejarah juga. Namun demikian sejarawan yang benar-benar
sebagai sejarawan professional bukan sejarawan amatir adalah
sejarawan akademis. Sejarawan yang mengenyam pendidikan kesejarahan, sehingga
mengetahui seluk beluk, periodisasi dan karekteristik kesejarahan. Para
sejarawan akademis inilah yang diharapkan mampu menghasilkan karya-karya dan
tulisan-tulisan sejarah dengan menggunakan imajinasi dan logika
kesejarahannnya.
Sejak dididik dalam pendidikan kesejarawan, calon-calon sejarawan professional
akan terbentuk kemampuan berimajinasi sejarah dan berlogika sejarah dengan
sendirinya. Imajinasi dan logika dalam analisis tulisan sejarah tidak boleh
sembaranggan. Tidak boleh pula disamakan dengan imajinasi dan logika dalam
tulisan-tulisan sastra misalnya.
Peran
Imajinasi Dalam Proses Analisis
Sejarawan
akademis khususnya dilarang mengkhayalkan atau berimajinasi mengenai sesuatu
hal yang menurut akal manusia tidak mungkin terjadi. Imajinasi hanya boleh
dilakukan untuk mengkhayalkan sesuatu yang mungkin terjadi. Tidak lebih.
Sejarawan yang dapat mengajukan analogi dan kontras yang terbaik yang mungkin
ada, yakni yang mempunyai jangkauan pengalaman, imajinasi, kearifan, dan
pengetahuan yang seluas-luasnya. Dengan pengalaman
kesejarahan, imajinasi kesejarahan, kearifan berdasarkan kesejarahan dan
pengetahuan multidimensional maka akan dapat dirumuskan perbandingan dalam
analogi-analogi, baik yang kontras maupun yang sinkronis.
Karena
kisah kelampauan yang menjadi objek sejarah adalah sesuatu yang terjadi pada
manusia di masa lampau maka manusia di masa sekarang tidak tahu secara pasti
apa yang sesungguhnya terjadi. Kalaupun ada orang atau kelompok yang mengetahui
dan bahkan mengalami sendiri peristiwa sejarah maka mereka disebut pelaku
sejarah atau saksi sejarah. Dan terkadang keterangan dari satu pelaku sejarah
atau saksi sejarah akan berbeda dengan yang lain. Demikian pula dengan adanya
dokumen dan arsip yang bervariasi semakin menambah bahan sejarawan untuk
berimajinasi kesejarahan. Historical Mindedness (pemikiran yang
menyejarah) berarti juga berimajinasi atau mengkhayalkan sesuatu yang mungkin
terjadi pada masa lampau dalam kacamata sejarah.
Berimajinasi
dalam analisi sejarah adalah sesuatu yang sah dan legal. Tidak ada larangan
dalam berimajinasi. Hanya saja ada batasan dalam imajinasi sejarah, berbeda
dengan imajinasi yang digunakan dalam bidang yang lain. Seseorang yang
berimajinasi untuk menghasilkan tulisan sejarah, harus memahami dasar-dasar
penting yang harus ada dalam sejarah, baik sejarah dunia maupun sejarah dalam
negeri. Imajinasi yang diijinkan, bahkan dianjurkan dan wajib bagi seejarawan
ini adalah imajinasi yang berdasar pada kesejarahan. Mengkhyalkan sesuatu yang
mungkin terjadi pada masa lampau dengan melihat situasi dan kondisi pada masa
lampu. bukan mengkhayalkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi dalam situasi dan
kondisi bagaimanapun di masa lampau.
Ada batasan imajinasi dalam sejarah, yaitu tidak melakukan penganiayaan
terhadap data historis, meski ia bebas melakukan interpretasi dan pengembangan. Penganiayaan di sini dalam arti imajinasi yang berlebihkan
dalam analisisnya. Adapun peran imajinasi dalam analisis sejarah terutama
membantu mencari kaitan antar fakta sehingga dapat dibandingkan. Fakta adalah
bagian penting dalam memunculkan imajinasi seperti batu bata yang tersusun
kemudian direkatkan secara apik hingga menjadi satu bangunan yang kuat. Ungkapan ini merupakan ungkapan yang cocok untuk
menggambarkan kedudukan dan peran imajinasi dalam analisis. Imajinasi berkaitan
erat dengan interpretasi demikian pula dengan fantasi. Imajinasi didukung oleh
interpretasi sebagai perekat antar fakta-fakta sejarah. Imajinasi seseoang saat
menulis tulisan sejarah berbeda dengan sastrawan. Imajinasi juga berkaitan
dengan fantasi, namun fantasi lebih pada khayalan yang tidak terarah, sedangkan
imajinasi khususnya dalam sejarah adalah mengkhayalkan sesuatu yang mungkin
terjadi dalam sejarah.
Peran
Logika Dalam Analisis
“Grammatical context is based upon and presupposes logical context, which is
a certain connection and cohesion between the various parts of a composition,
according to the laws of correct thinking”. Kalimat
tersebut kurang lebih dapat diartikan bahwa dalam konteks gramatikal yang
berdasarkan pada konteks logis, merupakan koneksi dan kohesi tertentu
antara berbagai macam bagian sebuah karangan (fakta) menurut aturan berpikir
logis. Jadi, ada hubungan dan kohesi menurut aturan berpikir yang logis.
Dalam
hal ini suatu pemikiran ilmiah pasti akan bersangkutan dengan logika. Demikian
pula sejarah sebagai sesuatu yang ilmiah dapat dikaji dengan logika, karena
sejarah bukan mitos ataupun metafisika. Berpikir logis sangat diperlukan dalam
logika sejarah agar sejarawan tidak sekedar mengetahui melainkan dapat
mengungkapkan dengan jelas dan cermat pengetahuan yang telah diperoleh dari
fakta-fakta.
Logika adalah cara berpikir sejarawan. Dalam logika sejarah mengenal idiografis
dan nomostetik. Idiografis yang memahami adanya keunikan dalam kegiatan masa
lau. Sedangkan nomostetik membentuk hukum-hukum abstrak umum dalam generalisasi
semua peristiwa dalm konteks proses perulangan yang waktunya tidak terbatas,
sebagai contoh adalah ilmu alam. Logika sejarah menyangkut idiografis.
Persoalan yang muncul dalam imajinasi dan dalam interpretasi kemudian
dispekulasikan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain.
Peran
Imajinasi dan Logika Dalam Analisis Khususnya Sejarah
Hubungan antara imajinasi, logika dan interpretasi (penafsiran) adalah sebagai
berikut.
Imajinasi
Interpretasi (penafsiran)
Logika
Imajinasi dan logika digunakan dalam interpretasi. Imajinasi digunakan untuk
mengkhayalkan peristiwa masa lampu yang mungkin terjadi dengan data-data
lampau. Sedangkan logika digunakan untuk melogika atau berpikir logis mengenai
logika kelampauan peristiwa sejarah dari data-data lampau. Sehingga dapat
digunakan dalam interpretasi sejarah yang merupakan salah satu langkah dalm
metodoplogi sejarah untuk menghasilkan tulisan sejarah yang ilmiah. Historical
Mindedness harus dihubungkan dengan peristiwa masa lampau dalam konteks
multidimensi. Menggunakan konteks jaman, dengan menyadari adanya jiwa jaman
yang sangat berpengaruh pada tulisan sejarah. Tidak menggunakan penilaian masa
kini. Logika dalam konteks kelampauan bukan kekiniianlah yang harus dijadikan
dasar dalam logika sejarah. a
Ernst Cassirer.
1987. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei Tentang Manusia. (a.b. Alois
Nugroho). Jakarta: Gramedia. hlm. 339
Disarikan dari
tulisan Edi Sedyawati (Budayawan, mantan Dirjen Kebudayaan Depdikbud) Kompas.
10 Februari 2007.
Gilbert J.
Garraghan. 1948. A Guide to Historical Method. New York: Fordham
University Press. hlm. 327.